Ekonomi Global Makin Suram, KSSK: Sistem Keuangan Tetap Terkendali
Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menyatakan stabilitas sistem keuangan pada triwulan III 2019 tetap terkendali meski ketidakpastian ekonomi global semakin tinggi.
Demikian simpulan rapat KSSK yang dihadiri oleh Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (Bl), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
"Ketidakpastian ini masih dipengaruhi ketegangan hubungan dagang AS-Tiongkok meskipun pada Oktober 2019 sedikit mereda," kata KSSK dalam pernyataan resminya di Jakarta, Jumat (1/11/2019).
Baca Juga: Ekonomi Global Lesu, OJK Minta Industri Keuangan Perkuat Modal dan CKPN
Menurut KSSK, perkembangan ini menyebabkan penurunan volume perdagangan dan revisi proyeksi penumbuhan ekonomi dunia diikuti dengan melemahnya harga komoditas dan tekanan inflasi.
"Berbagai negara merespons perkembangan ini dengan melonggarkan kebijakan moneter dan memberikan stimulus fiskal, yang kemudian mendorong masuknya aliran modal ke negara berkembang, termasuk Indonesia," terang KSSK.
Dari sisi domestik, pertumbuhan ekonomi masih tetap baik meskipun kontraksi kinerja ekspor perlu mendapat perhatian karena berdampak pada kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) di triwulan Ill 2019 diprakirakan membaik didukung oleh surplus transaksi modal dan finansial yang tetap besar serta defisit transaksi berjalan yang terkendali.
Cadangan devisa masih berada jauh di atas standar kecukupan internasional. Kinerja NPI yang membaik berdampak pada nilai tukar rupiah yang menguat.
Sementara itu, inflasi terkendali pada level yang rendah dan stabil di dalam target 3,511%. Ketahanan ekonomi yang terjaga pada gilirannya mendukung stabilitas sistem keuangan.
Stabilitas sistem keuangan yang terkendali didukung ketahanan perbankan yang terjaga, likuiditas yang memadai, serta pasar uang yang stabil. Hal ini tercermin dari rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) yang tinggi dan risiko kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) yang tetap rendah.
Kecukupan likuiditas tetap baik, tergambar dari rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) yang tinggi. Perkembangan ini berkontribusi pada penurunan suku bunga deposito dan suku bunga kredit yang searah dengan pelonggaran suku bunga kebijakan moneter.
Koordinasi kebijakan KSSK yang terus diperkuat berdampak positif pada stabilitas sistem keuangan yang tetap baik. Koordinasi kebijakan diarahkan untuk mempertahankan stabilitas sistem keuangan sehingga tetap mendorong momentum penumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi.
Selain itu, sinergi kebijakan diarahkan untuk memperkuat ketahanan eksternal melalui berbagai upaya meningkatkan ekspor barang dan jasa, serta menarik aliran masuk modal asing, termasuk penanaman modal asing.
BI memperkuat bauran kebijakan akomodatif dengan menurunkan suku bunga kebijakan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 100 bps sejak Juli hingga Oktober 2019. Hal ini sejalan dengan prakiraan inflasi yang terkendali dan imbal hasil investasi keuangan domestik yang tetap menarik, serta sebagai langkah pre-emptive untuk mendorong momentum penumbuhan ekonomi domestik di tengah kondisi ekonomi global yang melambat.
BI juga melakukan relaksasi kebijakan makroprudensial. Pertama, meningkatkan kapasitas penyaluran kredit perbankan melalui pelonggaran pengaturan rasio intermediasi makroprudensial (RIM)/RIM syariah. Kedua, mendorong permintaan kredit pelaku usaha melalui pelonggaran ketentuan rasio loan to value/financing to value (LTV/FTV), termasuk tambahan keringanan rasio LTV/FTV untuk kredit/pembiayaan propeni dan uang muka kredit kendaraan bermotor yang berwawasan lingkungan.
Selain itu, kebijakan sistem pembayaran dan kebijakan pendalaman pasar keuangan juga terus diperkuat guna mendukung pertumbuhan ekonomi.
Guna mendorong momentum pertumbuhan ekonomi domestik, pemerintah terus berupaya meningkatkan kualitas belanja dan menjaga pelaksanaan program-program prioritas agar APBN mampu memberikan daya dorong yang optimal bagi perekonomlan.
Pemerintah telah mengantisipasi potensi pelebaran defisit fiskal yang mungkin terjadi dan mempertimbangkan secara cermat beberapa opsi pendanaan yang dapat diambil, baik dari saldo anggaran lebih (SAL), penarikan pinjaman tunai, maupun penerbitan surat berharga negara (SBN).
Baca Juga: Begini Cara BI Dorong Inklusi Keuangan biar Rakyat Indonesia Sejahtera
Dalam hal ini, pemerintah akan mengedepankan prinsip efisiensi dan kehati-hatian dalam pengelolaan utang dengan tetap mengendalikan rasio utang dalam batas aman.
Untuk melengkapi insentif fiskal dan moneter, OJK akan terus mengoptimalkan kontribusi sektor jasa keuangan dalam mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dengan tetap memperhatikan ketahanan sektor jasa keuangan.
OJK akan terus memantau transmisi kebijakan moneter di pasar dan lembaga jasa keuangan, di mana saat ini suku bunga telah berada dalam tren yang menurun. Upaya lainnya dilakukan dengan mempertajam kebijakan dan insentif yang telah dikeluarkan untuk pendalaman pasar keuangan, peningkatan akses keuangan, pemberdayaan UMKM dan masyarakat kecil, serta pendukung upaya pembiayaan pada sektor produktif yang prospektif dengan tetap memperhatikan aspek prudensial.
Di sisi lain, OJK juga terus menyempurnakan pengaturan dan pengawasan industri jasa keuangan. Ke depan, OJK akan senantiasa memantau dinamika perkonomian global dan berupaya memitigasi dampaknya terhadap kinerja sektor jasa keuangan dengan mengeluarkan langkah-langkah dan kebijakan yang dibutuhkan pasar secara tepat waktu dan terukur.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: