Pameran Internasional Damaskus sukses digelar tahun ini. Pameran perdagangan yang kembali dihidupkan pada 2017 setelah lima tahun absen karena perang sipil Suriah menjadi simbol kebangkitan Suriah dari keterpurukan ekonomi. Pameran yang digelar awal September lalu dihadiri lebih dari satu juta warga Suriah dan perwakilan bisnis dari 30 negara menghadiri acara bisnis tersebut.
Banyak pengusaha asing dan lokal menandatangani kesepakatan bisnis pada acara tersebut. Namun, Suriah masih terjebak dengan serangkaian sanksi ekonomi dari berbagai negara maju yang membuat para pengusaha tidak bisa bergerak maju. Revitalisasi ekonomi Suriah yang cepat diperkirakan karena banyak kota besar dan sebagian wilayah yang sudah aman dan meredanya konflik.
Baca Juga: Soal Minyak Suriah, Assad: AS Hanya Mencoba untuk Jujur
Hanya saja, itu membutuhkan waktu karena ladang minyak utama Suriah yang dikuasai Amerika Serikat (AS) bersama pasukan Kurdi, sektor pertanian, dan manufaktur tidak beroperasi maksimal. Situasi ekonomi di Aleppo dan Homs juga lebih baik karena industri dan pertanian sudah berjalan dengan normal. Padahal sebelum jatuh ke perang sipil, Suriah merupakan negara dengan ekonomi yang stabil dengan mengandalkan sektor pelayanan serta sektor ritel dan pariwisata tidak terlalu mendominasi. Selain itu, ekonomi Suriah juga ditopang oleh ekspor minyak bumi.
Bagaimana kondisi ekonomi Suriah saat ini? Ekspor Suriah pada 2018 hanya USD700 juta dan sangat beda pada ekspor pada 2010 sekitar USD12,2 miliar. Saat ini, Pemerintah Suriah sangat tergantung dengan mitra perdagangan ekstrenal dan nilai mata uangnya pun terdevaluasi sangat tajam.
"Investasi SUriah saat ini hanya mengandalkan Rusia dan Iran di sektor perdagangan,"kata Zaki Mehchy dari Chatham House, lembaga think tank asal Inggris. Pakar ekonomi Nabil Sukkar mengungkapkan, meskipun situasi sudah stabil, dia mengaku tidak optimistis mengenai masa depan Suriah.
Selama dua tahun terakhir, pemeirntah telah membuat rencana rekonstruksi untuk 2030, tetapi tak semua territorial di bawah kontrol pemerintah. “Dalam rencana 10 tahun terdapat dua tahapan, meskipun tidak ada detail rencana tersebut,” paparnya. Investor asal China belum total masuk ke Suriah. Mereka masih menahan investasinya di Libanon sambil menunggu kejelasan perekonomian Suriah.
“China juga mengikuti pameran dagang di Damaskus dengan menyewa tenda yang berukuran sangat besar,” kata Sukkar. Dalam pandangan Anthony H Cordesman, peneliti Center for Strategic & Internation Studies (CSIS), menungkapkan Pemerintah Suriah memiliki peringkat yang jelek untuk menciptakan bisnis baru dan buruknya pertumbuhan ekonomi di masa depan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Shelma Rachmahyanti
Tag Terkait: