Rencana Badan Usaha Logistik (Bulog) untuk mendistribusikan beras serapannya melalui jalur ritel modern merupakan sebuah inovasi yang baik. Melalui jalur distribusi ini, Bulog berkesempatan untuk memperluas pasarnya dan menjangkau konsumen yang lebih beragam. Namun, Bulog harus menjaga kualitas berasnya agar mampu bersaing dengan beragam produk beras dari perusahaan swasta.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Galuh Octania, mengatakan, rencana ini diwacanakan untuk mengatasi masalah menumpuknya beras di gudang Bulog. Menumpuknya pasokan beras Bulog salah satunya disebabkan oleh beralihnya sistem bantuan pangan dari Rastra ke Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Akibatnya, tugas Bulog dalam penyaluran cadangan beras pemerintah (CBP) saat ini hanya terbatas melalui BPNT, operasi pasar, dan bantuan kemanusiaan.
Baca Juga: Indonesia Belum Capai Ketahanan Pangan, CIPS: Sediakan Keterjangkauan Pangan!
"Inovasi Bulog untuk menyalurkan beras lewat pasar ritel merupakan langkah yang tepat. Selama ini, Bulog hanya melakukan operasi pasar dengan target yang mayoritas adalah pasar tradisional. Dengan bekerja sama dengan pasar ritel, beras yang menumpuk dapat dialokasikan untuk operasi pasar demi menghindari turunnya kualitasnya beras karena disimpan terlalu lama. Berdasarkan data dari Bulog, realisasi operasi pasar yang dilakukan Bulog sepanjang tahun 2019 masih berada di level 437.170 ton dan masih jauh di bawah target 1,48 juta ton," jelas Galuh dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (14/11/2019).
Galuh menambahkan, ritel yang menjadi pasar baru distribusi beras Bulog memiliki target konsumen yang merata mulai dari kelas bawah, menengah, dan atas. Ini dapat memberikan keuntungan bagi Bulog jika BUMN pimpinan Budi Waseso ini dapat menyalurkan beras dengan kualitas yang baik. Apalagi, konsumen pasar ritel modern biasanya mempertimbangkan kualitas beras sebagai faktor utama dalam pembelian beras.
Karena bentuknya operasi pasar, harga beras CBP yang diberikan tentu harus masih di bawah HET yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57/2017 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Beras. Maka dari itu, tantangannya, Bulog harus mampu menyalurkan beras di bawah HET, tetapi dengan kualitas yang tetap terjamin.
Saat ini diketahui bahwa pasokan beras Bulog yang harus dialokasikan untuk ritel masih mengalami proses penghitungan. Ini harus dilakukan dengan tepat agar kesinambungan kerja sama antara Bulog dan pasar ritel modern dapat terus terjalin, tidak hanya karena perlu menyalurkan stok beras Bulog di tahun ini. Selain itu, walaupun target konsumen ritel merata, terlihat bahwa segmen pasar ini tidak didominasi oleh konsumen beras medium, yang selama ini menjadi beras serapan Bulog.
"Untuk itu, tantangannya juga adalah bagaimana Bulog dapat masuk ke pasar ritel dan menarik minat semua segmen konsumen dengan pasokan berasnya. Jangkauan pasar ritel yang luas harus mampu dimanfaatkan Bulog agar tidak hanya terpaku pada penyaluran beras lewat skema BPNT dan pasar tradisional," tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum