Oleh karena itu, terkait saling klaim utang ini, menurut Hendry, sebaiknya dilakukan melalui forum arbitrase Singapore International Arbitration Centre (SIAC), bukan di PN Jakarta Pusat. Hal itu juga sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak dalam JOA. “Selama belum ada putusan arbitrase SIAC yang menentukan pihak mana yang telah melakukan wanprestasi, maka jelas bahwa belum dapat dipastikan siapa yang memiliki utang kepada siapa,” katanya.
Selain utang yang belum dapat dibuktikan secara sederhana, perkara ini juga tidak memenuhi syarat UU Kepailitan. Sebab kreditur lain yang diajukan oleh Pemohon bukanlah kreditur dari BCK, melainkan kreditur dari HIL RO dan HIL yang berasal dari biaya hotel dari para tenaga kerja asing yang didatangkan ketika mengerjakan pekerjaan offshore yang bukan menjadi tanggung jawab BCK.
Sementara itu, Hakim Ketua PN Jakarta Pusat, Abdul Kohar mengatakan menerima duplik yang diajukan oleh BCK. Pihaknya akan kembali mengagendakan sidang pada 26 November 2019 dengan agenda pembuktian tertulis dari Pemohon. “Dengan ini sidang dilanjutkan pekan depan,” ujarnya sambil mengetukkan palu tiga kali.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil