Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dianggap 'Psikopat', Ternyata Cara Rekrutmen Bos Ini Punya Arti Tersirat. . .

Dianggap 'Psikopat', Ternyata Cara Rekrutmen Bos Ini Punya Arti Tersirat. . . Kredit Foto: Unsplash/Hunters
Warta Ekonomi, Jakarta -

Umumnya, cara merekrut karyawan baru di sebuah perusahaan dilakukan dengan cara wawancara atau menjalani beberapa tes, misalnya psikotest. Namun, berdasarkan unggahan Jerry Doubles di Twitter, ia pernah memiliki pengalaman pribadi menjalani proses rekrutmen yang tak biasa.

Suatu hari, saat dirinya dipanggil interview, ada enam orang lainnya yang juga menunggu. Interview tersebut dijanjikan pukul 07.00 pagi, namun atasan yang akan merekrut mereka tak jua datang.

Baca Juga: Kisah Cinta Bos Facebook dan Istri: Minimal Pacaran 100 Menit Per Minggu

"Seorang bos mengundang enam orang untuk sebuah wawancara pukul 07:00, mereka semua sudah siap dan datang sebelum waktunya. Dia meminta mereka untuk menunggu," tulis Jerry.

Terlambat memang sudah menjadi sesuatu yang biasa. Namun, yang tak biasa di sini adalah mereka harus menunggu hingga waktu yang lama.

"Pukul 3 PM, tiga orang pergi. Pukul 6 PM, dia datang dan hanya bertemu dengan dua orang. Mereka mendapatkan pekerjaan tersebut. Itulah wawancaranya. Tes kesabaran,” lanjutnya.

Baca Juga: Gunakan AI, Unilever Potong Proses Rekrutmen Hingga 100 Ribu Jam

Ternyata bos tersebut melihat kesabaran para pelamar untuk menunggu sebagai sebuah tes. Tentu cara ini cukup mengejutkan karena seperti mempermainkan orang dan tidak profesional. Namun, ada makna tersirat di baliknya.

Meski begitu, tetap saja mereka menganggap bos tersebut sebagai orang brengsek, tirani, bahkan disebut psikopat. Selain itu, banyak orang berpikiran jika dua orang yang tersisa bukanlah pelamar yang potensial sehingga cara tersebut sebenarnya salah.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Clara Aprilia Sukandar
Editor: Clara Aprilia Sukandar

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: