Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mengatasi Ketergantungan Teknologi di Ruang Kerja, Bos-Karyawan Wajib Baca!

Mengatasi Ketergantungan Teknologi di Ruang Kerja, Bos-Karyawan Wajib Baca! Woman operating smartphone in front of laptop and cup of coffee. | Kredit Foto: Unsplash/Rawpixel
Warta Ekonomi, Jakarta -

Saat ini, dengan internet berkecepatan tinggi, telepon pintar, telepon IP seperti Skype, situs jejaring sosial, aplikasi obrolan, dan komputasi awan, lingkungan kerja abad ke-21 telah dibentuk kembali. Dengan sentuhan tombol, jarak menjadi tidak penting dan komunikasi menjadi semakin instan. Pengetahuan sekarang dibagikan secara bebas, dan berbagai hal dapat diselesaikan lebih cepat.

Bersamaan dengan kemajuan teknologi, datanglah tenaga kerja baru: kumpulan pengembara digital (digital nomad) yang terus berkembang dan terbiasa terhubung di mana saja, kapan saja, yakni sekelompok dinamis yang menghindari kendala bekerja dari satu tempat yang ditentukan dan melakukan jam kerja standar 9 pagi sampai 5 sore.

Menurut Lars Wittig, Wakil Presiden Penjualan IWG untuk Kawasan Asean dan Korea Selatan, sejauh ini tidak ada masalah yang berarti, tetapi saat teknologi seluler memungkinkan kita bergerak melampaui dinding kantor konvensional dan membiarkan kita bekerja dengan bebas, revolusi digital tentu juga memiliki dampak negatif.

Baca Juga: Buka Basis di Spaces, TEDxJakarta Perluas Jangkauan Komunitas

Teknologi dapat melampaui batas

Ada garis tipis antara memanfaatkan teknologi untuk mendapatkan manfaat serta melampaui batas. Sayangnya, semakin banyak orang yang melangkah melebihi batas: selalu membaca email di mana mereka berada, mengobrol di WhatsApp, dan berkomunikasi melalui media sosial tanpa mengingat waktu.

Menurut laporan dari We Are Social dan Hootsuite, Indonesia adalah negara kelima yang paling aktif secara digital di dunia, di bawah Filipina, Brasil, Thailand, dan Kolombia. Setidaknya 150 juta pengguna internet di Indonesia menghabiskan rata-rata 8 jam dan 36 menit untuk online setiap hari, jauh lebih banyak dari rata-rata global, yaitu 6 jam dan 42 menit.

Orang Indonesia juga menghabiskan lebih banyak waktu di media sosial dari rata-rata global, dengan catatan 3 jam dan 26 menit setiap hari untuk menjelajahi platform sosial, yang merupakan tertinggi keempat secara global.

 

Singkatnya, kita bergantung pada teknologi, dan hal ini mengikis waktu dan perhatian kita, terutama di tempat kerja. Setiap kali smartphone berdering atau ada notifikasi di laptop, maka kita akan terganggu. Jika jalur pemikiran kita terganggu, perlu beberapa saat untuk kembali ke jalurnya. Waktu yang berharga tentu akan hilang.

Selain itu, penyalahgunaan teknologi dapat melakukan lebih dari kompromi produktivitas, hal ini dapat berdampak pada kesehatan mental kita. Budaya 'selalu on' mengaburkan perbedaan antara pekerjaan dan kehidupan.

Menurut laporan Deloitte, lebih dari sepertiga konsumen di seluruh dunia mengatakan mereka memeriksa ponsel mereka dalam waktu lima menit setelah bangun di pagi hari.

Kita tidak memberi waktu istirahat digital untuk diri kita. Menurut Deloitte Insights, hal ini dapat mengarah pada stres dan kecemasan, depresi, kurang tidur, dan terputusnya hubungan fisik.

Jadi, sementara teknologi di tempat kerja memberikan berbagai manfaat, teknologi juga bisa menjadi sebuah permasalahan. Bagaimanapun juga, perusahaan mana yang menginginkan karyawan yang sibuk, tidak efektif, dan stres?

Untungnya, ada cara untuk mencapai pendekatan teknologi yang lebih seimbang. Berikut beberapa langkahnya:

Jadikan kebiasaan

Memiliki budaya perusahaan yang tepat dalam hal teknologi sangat membantu memoderasi penggunaan. Kebijakan teknologi yang sehat, dengan pedoman komunikasi yang jelas, sangatlah penting. Pastikan, misalnya, anggota tim mengetahui kapan pekerja jarak jauh sedang online dan kapan waktu yang tepat untuk menghubungi mereka.

Ciptakan kesadaran melalui pembicaraan dan workshop tentang bagaimana penggunaan perangkat teknologi yang berlebihan dapat memberikan efek yang merugikan.

Menetapkan batasan

Bantu karyawan memahami apa yang diharapkan dari mereka, terutama ketika menyangkut jam kerja. Pastikan ada titik akhir yang jelas untuk hari mereka dan bahwa kita tidak melampaui itu.

Hanya karena dimungkinkan menghubungi kolega ketika mereka tidak ada di kantor, bukan berarti mereka melakukannya. Demikian juga, sebagai karyawan, jika kita bekerja dari jarak jauh, atur jam kerja dan patuhi itu.

Terus jaga produktivitas

Jika kita ingin tenaga kerja memahami bahwa memutuskan hubungan tidak apa-apa, berikan penekanan pada produktivitas daripada ketersediaan. Staf tidak boleh diberi imbalan karena berada di depan smartphone untuk menjawab email dari bos di luar jam kerja; alih-alih, mereka harus diberi penghargaan karena menyelesaikan pekerjaan sesuai jadwal.

Gunakan aplikasi pendukung

Mungkin terdengar ironis, tetapi teknologi juga dapat digunakan sebagai sarana penghindaran. Berikan karyawan akses ke aplikasi screen-time, seperti Space, Freedom atau Moment, yang dapat mengingatkan mereka untuk istirahat jika mereka telah mengirim email atau mengirim pesan teks dalam waktu yang lama dengan membatasi penggunaan media sosial.

Bagi waktu untuk beristirahat

Untuk karyawan yang berbasis di kantor, perkenalkan jeda harian bebas-teknologi ketika semua perangkat dicabut. Dorong karyawan untuk menggunakan waktu mereka dengan cara mengumpulkan pikiran sambil minum kopi, bertemu dengan rekan kerja atau mungkin pergi jalan-jalan tanpa ada gangguan.

Baca Juga: Huawei-Telkomsel Demonstrasikan Pemanfaatan Teknologi Mutakhir 5G

Beberapa perusahaan juga membatasi atau melarang staf mengirim email bisnis di luar jam kerja; bahkan menghapus pesan yang diterima karyawan saat liburan. 

Tetap pada rencana

Setelah kita mempunyai kebijakan, pastikan semua orang menaatinya. Jika manajer dan pemimpin tim terus-menerus memeriksa ponsel mereka, itu menunjukkan gestur yang salah. Mereka yang berada di level manajemen harus menginspirasi tim untuk menggunakan smartphone mereka sebagai alat efisiensi, bukan sebagai pengalih perhatian.

Tetap menjadi nyata

Dorong pertemuan tatap muka dan interaksi sosial dengan kolega. Tidak ada yang lebih baik dari makan siang bersama teman-teman atau brainstorming untuk menumbuhkan semangat tim dan membuat ide kreatif mengalir.

Saat kumpul-kumpul berlangsung, pastikan itu adalah zona bebas layer ponsel. Jika melihat orang secara langsung tidak memungkinkan, dorong karyawan untuk tetap terhubung secara waktu nyata dengan mengangkat telepon alih-alih mengirim teks atau email. Terkadang, berbicara langsung memang jauh lebih baik.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: