Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

IHT Jadi Primadona Investasi, Investor Butuh Roadmap Komprehensif

IHT Jadi Primadona Investasi, Investor Butuh Roadmap Komprehensif Kredit Foto: Akurat.co
Warta Ekonomi, Jakarta -

Industri hasil tembakau (IHT) merupakan primadona yang menjadi daya tarik masuknya investasi asing ke dalam negeri. Sayangnya, hingga saat ini belum ada roadmap yang komprehensif untuk menjamin kepastian investasi industri tersebut.

Hal itu terungkap dalam diskusi Akurat Economic Forum dengan tema "Urgensi Roadmap Industri Hasil Tembakau Mengawal Kepastian Investasi" di Ibis Style Hotel, Tanah Abang, Jakarta, Selasa (10/12/2019). Dalam kesempatan tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menegaskan, Indonesia memiliki jenis rokok yang luar biasa dikenal mancanegara yaitu kretek sehingga dengan menjaga ciri khas tersebut Misbakhun yakin investasi asing akan banyak yang masuk ke dalam negeri.

Baca Juga: Produk Tembakau Dipanaskan dan Rokok Elektrik, Apa Bedanya?

"Ini yang harus kita jaga rokok kretek ini dari kepunahannya, karena apa? Investasi asing yang masuk cenderung membawa rokok putih," ujar Misbakhun.

Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai, Ditjen Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, menambahkan, begitu pentingnya IHT bagi penerimaan negara. Bahkan, penerimaan cukai selalu melampui target. Pentingnya IHT di Indonesia bisa terlihat dari ukuran industrinya itu sendiri. Misalnya, membandingkan BUMN saat ini nilainya Rp1.450 triliun, tapi kontribusinya pada fiskal hanya Rp160 triliun atau 9,5 persen. Sementara itu, IHT yang nilai industrinya Rp326 triliun, berkontribusi Rp200 triliun atau 61,4 persen.

"Insyaallah tahun ini juga 100 persen lebih sedikit. Ini tidak ada yang bisa menyaingi, kecuali perbankan. Jadi, ini kontribusi yang sangat tinggi," ucap Nirwala.

Nirwala menambahkan, multiplier effect-nya bahkan mencapai Rp432 triliun dan menjadi sumbangan yang sangat besar. Daya serap pasarnya juga sangat tinggi, tidak sekadar menaikkan, tapi menghitung juga. "Dalam 10 terakhir, target penerimaan naik sekitar Rp10 triliun setiap tahunnya," imbuh Nirwala.

Itu yang membuat keputusan pemerintah akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok sebesar 23 persen pada tahun depan terus menjadi polemik. Aturan itu, katanya, akan membuat Harga Jual Eceran (HJE) rokok pun naik hingga 35 persen.

Untuk menyelesaikan polemik ini, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Enny Sri Hartati, mendorong dibuatnya roadmap yang komprehensif dari seluruh stakeholder baik pemerintah, industri hingga petani. Roadmap yang komprehensif tersebut nantinya diharapkan mampu menjawab kepastian investasi.

"Sebab, pentingnya peran industri hasil tembakau bukan hanya menjadi modal kapital bagi negara, melainkan juga menjadi daya tarik bagi investor untuk berinvestasi," jelas Enny.

Di sisi lain, pemerintah dalam hal ini Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian juga mendukung dibentuknya roadmap IHT dan berharap terjadi komunikasi yang baik dan intens dengan seluruh stakeholder. Asisten Deputi Pengembangan Industri, Kemenko Perekonomian, Atong Soekirman, berharap di dalam pembentukan roadmap IHT ada komunikasi yang intens, duduk bareng, dan kalau bisa sudah menyedot tembakau petani sudah berapa banyak. "Ini harus duduk bareng," ujar Atong.

Subdirektorat Program Pengembangan Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Mogadishu Djati Ertanto, di kesempatan yang sama juga mengatakan, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menurutnya telah memandang peta jalan (roadmap) IHT masih dibutuhkan untuk segera dirancang oleh pemerintah. Pasalnya, keterkaitan IHT ini sangat dalam dan luas terhadap penerimaan negara dan beberapa pihak lainnya.

"Kami melihat roadmap ini masih sangat diperlukan karena keterkaitan industri sangat dalam dan luas. Perlu suatu guidance ke depannya," jelas Djati.

Baca Juga: PP 109/2012 Mau Direvisi, Langkah Pemain Asing Matikan Industri Tembakau Indonesia?

Djati mengungkapkan, Kemenperin pernah merancang peta jalan (roadmap) IHT melalui Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 63 Tahun 2015 tentang Peta Jalan Industri Hasil Tembakau 2015 hingga 2020. Namun, roadmap itu dianulir oleh Mahkamah Agung (MA) karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan industri saat itu. "Pada 2016 ternyata harus dicabut karena bertentangan dengan UU Kesehatan," imbuhnya.

Lebih lanjut, menurutnya, pemerintah harus segera bisa mencari titik tengahnya. Mulai dari sudut pandang petani maupun industri agar bisa searah. Apalagi, Indonesia merupakan negara penghasil IHT terbesar ke-2 di dunia. Kalaupun kita sepakat mau meneruskan roadmap, tentunya dengan langkah-langkah terukur.

"Pengalaman di beberapa negara memang tidak serta merta langsung. Kami melihat untuk konteks di Indonesia perlu suatu roadmap yang bisa menjadi acuan bagi instansi pemerintah untuk membuat kebijakan atau mem-framing mereka baik operasional, rencana investasi, bahkan juga masalah ketenagakerjaan kita bisa direncanakan dengan baik," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: