Wakil Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian, menanggapi kebijakan penghapusan Ujian Nasional (UN). Penghapusan UN ini akan diganti menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter.
Dia menilai, format baru tersebut sejalan dengan apa yang diharapkannya. Menurutnya, selama ini pelaksanaan UN tidak konsisten dengan Kurikulum 2013 (K-3) yang menekankan cara berpikir dan logika.
Baca Juga: Kritisi Kebijakan Nadiem, Pakar: Indonesia Perlu Belajar dari Runtuhnya Uni Soviet
"Selama ini UN lebih banyak hafalan. Padahal, yang kita perlukan adalah mendidik anak-anak kita untuk mempunyai skill, seperti kemampuan literasi dan numerasi," kata Hetifah, Rabu (11/12/2019).
Hetifah menganggap, UN jadi salah satu faktor Program Penilaian Pelajar Internasional atau Program for International Student Assessment (PISA) rendah. Dia menilai, fokus dan penekanannya salah. "Tolok ukur lain seperti sikap juga tidak masuk ke dalam asesmen," ujarnya.
Hetifah mengingatkan, transisi dari sistem yang lama ke yang baru tentu tidak mudah. Pemerintah daerah, sekolah, guru, siswa, dan orang tua murid harus mendapatkan sosialisasi dan pendampingan yang serius dari pemerintah pusat.
"Masih ada waktu 2 tahun. Maksimalkan terutama untuk menyampaikan ke para guru bagaimana metode mengajar yang baik untuk melatih skill-skill yang akan diujikan," tutur politikus Golkar itu.
Lebih lanjut, Hetifah menyarankan Kemendikbud untuk benar-benar mempelajari sistem pendidikan salah satunya dari China. China memiliki jumlah siswa yang besar, tetapi PISA China berhasil. "China berhasil mencapai posisi pertama dalam pencapaian PISA. Padahal, jumlah siswanya sangat besar. Patut dipelajari lebih dalam bagaimana mereka melakukannya," kata Hetifah.
Sebelumnya, Mendikbud Nadiem Makarim mengumumkan mulai 2021 UN tak akan mengikuti format yang selama ini dilaksanakan. Hal itu ia sampaikan dalam rapat koordinasi bersama Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Indonesia di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (11/12).
"Penyelenggaraan UN tahun 2021 akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter," ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: