Pengguna jasa keuangan di sektor perbankan kini dapat sedikit tenang apabila bank tempat mereka menyimpan uang bermasalah hingga tidak lagi beroperasi. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) siap mengganti uang nasabah dengan sejumlah persyaratan.
Sekretaris Lembaga LPS Muhamad Yusron menjelaskan, sesuai UU No. 24 Tahun 2004 bahwa LPS bertugas menjamin simpanan dana penyimpan yang ada di bank dan turut aktif menjaga kestabilan sistem perbankan. Seluruh bank yang beroperasi di Indonesia, termasuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR), wajib menjadi peserta LPS.
"Peserta kami hanya perbankan, sehingga kami tidak menjamin nasabah perusahaan investasi, dana pensiun, dan asuransi. Objek yang dijamin pun hanya berupa simpanan, tabungan, deposito, dan giro," jelas Yusron.
Baca Juga: Laporan Perbankan Diintegrasikan, Ini Manfaat Buat LPS
Jadi, jika banyak kasus gagal bayar yang dialami perusahaan asuransi, itu bukan menjadi tanggung jawab LPS. Namun jika bank yang bermasalah, LPS siap mengganti dana nasabah tersebut maksimal Rp2 miliar per orang di satu bank.
Syarat lainnya adalah simpanan nasabah harus lengkap tercatat di pembukuan bank. Selama menjadi nasabah di bank tersebut, mereka tidak mendapat suku bunga yang melebihi bunga yang ditetapkan LPS.
LPS juga memiliki rate bunga sendiri, seperti saat ini untuk bunga maksimum bank umum sebesar 6,25 persen untuk rupiah. Sementara untuk valas mencapai 1,75 persen, dan untuk BPR sebesar 8,75 persen.
"Kalau bunga lebih besar dari rate kami, LPS tidak menjaminnya karena LPS menganggap nasabah sudah mendapat keuntungan tidak wajar. Syarat terakhir, nasabah tidak memiliki kredit macet. Seluruh syarat harus dipenuhi jika salah satu tidak terpenuhi, maka kami tidak menjaminnya," katanya.
Sejak berdiri pada 2005, LPS sudah melikuidasi 101 bank yang terdiri dari 100 BPR di seluruh Indonesia dan 1 bank umum. Cara kerjanya adalah jika Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah menyatakan bank tersebut bermasalah sehingga izin usahanya dicabut, maka LPS akan membayar klaim nasabah sesuai ketentuan, kemudian melikuidasi aset.
Baca Juga: Lagi, LPS Turunkan Tingkat Bunga Penjaminan 25 Bps
“Mengenai penyebab bank bisa tutup, pihak OJK yang lebih mengerti. Namun, selama ini karena ketidakhati-hatian manajemen dalam pengelolaan, sehingga mereka tidak lagi dapat melanjutkan usahanya," ujar Yusron.
Ekonom Ikhsan Modjo menambahkan, gagal bayar yang terjadi di lembaga keuangan di luar perbankan, itu sangat sulit pengembalian uangnya. Demikian pula yang terjadi dengan kasus gagal bayar Asuransi Jiwasraya untuk 711 polis produk bancassurance senilai Rp 802 miliar yang jatuh tempo pada Oktober lalu, agak sulit pengembaliannya. Karena itu, pemerintah harus meminta Badan Pengawas Keuangan (BPK) melakukan audit khusus.
"Sama seperti kasus Bank Century dahulu, ada audit investigasi bertujuan mengetahui uang nasabah lari kemana," ujarnya.
Pemerintah juga diminta untuk segera menanggapi kasus Asuransi Jiwasraya tersebut dan tidak membiarkan opini publik semakin berkembang yang menjatuhkan citra pemerintah. Ikhsan juga menyoroti OJK yang dinilai kecolongan dengan para direksi Jiwasraya.
“OJK seharusnya bisa melihat apakah mereka (direksi Jiwasraya) kompeten di bidang ini saat menjalani fit and proper test dahulu. Saat mengawasi rutin juga mengapa tidak terbaca ada kejanggalan," tuturnya.
Baca Juga: Jokowi Angkat Luky Alfirman Jadi Dewan Komisioner LPS yang Baru
Dia menambahkan, kasus gagal bayar yang terjadi di Jiwasraya adalah persoalan salah kelola. Seharusnya perusahaan asuransi tersebut tidak menggunakan dana nasabah untuk diinvestasikan ke saham.
Anggota Komisi XI DPR Elnino Hussein Mohi juga mengkritik OJK. Menurutnya, yang harus diperbaiki dari OJK adalah dari sisi pengawasannya, dan turut bertanggung jawab atas kasus gagal bayar asuransi Jiwasraya tersebut.
"Bagaimanapun, perusahaan asuransi memiliki efek besar kepada banyak orang. OJK tidak boleh merasa tidak ada hubungannya dengan kegagalan bayar Jiwasraya, dan juga masalah yang menimpa Bumiputera. Apalagi, keduanya adalah perusahaan yang didirikan oleh negara," ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto