Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Merawat Paru-Paru di Lipatan Jakarta

Merawat Paru-Paru di Lipatan Jakarta Pepohonan dan segala macam tanaman kerap diibaratkan sebagai paru-paru bumi. Lalu apa yang akan terjadi bila satu saat kelak lahan untuk menanamnya sudah tak tersedia lagi? | Kredit Foto: Taufan Sukma
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pepohonan dan segala macam tanaman kerap diibaratkan sebagai paru-paru bumi. Lalu apa yang akan terjadi bila satu saat kelak lahan untuk menanamnya sudah tak tersedia lagi?

Gemerlap dan keindahan kota-kota besar tak ubahnya seperti gaun cantik seorang puteri. Terlihat indah dipandang dari kejauhan, namun menyembunyikan lipatan-lipatan dan kerutan kain yang sengaja dijahit agar tak nampak dari permukaan. Di sana, di dalam lipatan-lipatan di balik keindahan itu, bisa jadi kutu atau jamur tinggal dan mempertahankan hidupnya.

Seperti halnya pula di kota-kota besar seperti Jakarta. Di balik gemerlap kota yang indah dan mempesona, ada gang-gang kecil serupa lipatan kain tempat para pengadu nasib dari berbagai daerah bertahan dari kerasnya kehidupan Ibu Kota.

Di tempat semacam itu pula lah Sudaryatmo tinggal bersama keluarga tercintanya. Di kawasan sempit dan padat penduduk di balik megahnya gedung-gedung perkantoran dan area bisnis di daerah Kemang, Jakarta Selatan.

Tepatnya di RW01 Kelurahan Pela Mampang, Kecamatan Mampang Prapatan. Di tengah kesibukannya bekerja sebagai karyawan di salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Sudaryatmo juga dipercaya oleh para tetangga di sekitarnya untuk menjabat sebagai Kepala RW.

“Sudah sepuluh tahun lebih Saya ditunjuk (sebagai Kepala RW). Sebenarnya capek juga. Ingin berhenti dan dilanjutkan oleh (warga) yang lebih muda. Hanya saja (jabatan Kepala RW) ini kan soal kepercayaan. Artinya warga percaya dan mengapresiasi dengan (karya) yang telah saya buat selama ini. Dan (jabatan) ini kan juga amanah, jadi harus Saya kerjakan betul-betul,” ujar Sudaryatmo, saat ditemui di rumahnya, awal bulan lalu.

Menurut Sudaryatmo, salah satu karyanya sebagai Kepala RW01 Kelurahan Pela Mampang yang banyak mendapat apresiasi warga adalah terkait upaya penghijauan di wilayahnya. Saat pertama kali ditunjuk sebagai Kepala RW, menurut Sudaryatmo, kondisi fisik dan lingkungan dari kawasan yang dipimpinnya sama halnya seperti kampung-kampung di Jakarta pada umumnya. Gersang, kumuh, sesak dan sangat minim penghijauan. Sama sekali tak ada pepohonan atau setidaknya sekadar tanaman hias untuk menyejukkan pandangan.

“Dulu mana ada pohon atau tanaman-tanaman kecil gitu di wilayah kami. Tidak ada sama sekali, karena memang mau ditanam di mana? Tidak ada lahan. Makanya Saya terus mencari cara, kira-kira apa saja yang bisa dilakukan dalam lingkup RW ini. Hal baik apa yang bisa Saya sumbangkan untuk lingkungan. Karena kalau tidak ada, ya apa gunanya (jadi Kepala RW)?” tutur Sudaryatmo.

Got

Dengan semangat perbaikan tersebut, Sudaryatmo mulai menata skala prioritas hal-hal apa saja yang menjadi masalah krusial di lingkungannya dan mendesak untuk dicarikan solusinya. Salah satunya terkait sirkulasi udara yang layak mengingat wilayah Pela Mampang merupakan kumpulan gang-gang kecil nan sempit yang padat penduduk.

Pohon dan tumbuhan pun nihil akibaat keterbatasan lahan. Kondisi ini dianggap kurang baik untuk kesehatan warga, terutama bagi perkembangan generasi mudanya.

“Anak-anak ini kan juga perlu sirkulasi udara yang layak, pandangan yang juga layak, bukan hanya melihat tembok-tembok dan gedung-gedung saja. Mereka juga butuh melihat yang ‘hijau-hijau’ agar teduh, secara pandangan jadi lebih sehat dan secara pernafasan juga lebih segar,” ungkap Sudaryatmo.

Maka misi pun dimulai. Sebuah ide besar disampaikan ke warga dan seketika mendapat dukungan penuh. Tahap selanjutnya adalah berkoordinasi dengan pengurus kelurahan untuk dapat memanfaatkan lahan di atas got-got yang sudah tidak berfungsi untuk dijadikan lahan sebagai sarana penghijauan. Pihak kelurahan pun saat itu menurut Sudaryatmo memberi ijin karena sekaligus penasaran sekiranya bentuk penghijauan seperti apa yang bisa dilakukan di gang-gang sempit seperti di wilayah tempat Sudaryatmo tinggal.

“Saya ingat betul, saat itu tahun 2009. Sedikit demi sedikit kami benahi. Warga yang semula cuek dan menganggap pengurus RW ‘kurang kerjaan’, akhirnya juga ikut merasakan dampak positif dari program (penghijauan) ini. Akhirnya satu per satu warga malah dengan senang hati area rumahnya dijadikan sarana penghijauan. Malah ada yang berinisiatif di bagian atas depan rumahnya dipasang besi seperti gapura untuk ditanami tanaman jalar,” ujar Sudaryatmo bangga.

Dengan kegigihannya, Sudaryatmo dan para pengurus RW pimpinannya akhirnya berhasil menyulap pemandangan got-got dan tembok kumuh di sepanjang gang menjadi ‘hutan kecil’ yang selain memanjakan mata dengan pesona hijaunya, juga menyegarkan pernafasan karena pasokan oksigen yang berlebih dari tanaman-tanaman tersebut. Selain menggalakkan penghijauan, Sudaryatmo dan tim juga mulai menekankan pentingnya memelihara kebersihan di kawasannya.

“Karena kalau banyak tanaman tapi nggak ditata dengan baik, kotor, sampah di mana-mana, maka justru akan terlihat kumuh. Selain nggak enak dilihat, juga berpotensi jadi penyakit untuk warga,” papar Sudaryatmo.

Bank Sampah

Untuk mengatasi masalah kebersihan, Sudaryatmo rupanya punya cara unik. Tak hanya mengandalkan imbauan yang sifatnya normatif, Sudaryatmo pun menggerakkan para pemuda di kawasannya lewat Karang Taruna yang salah satu tugasnya adalah mengelola Bank Sampah. Diakuinya bahwa Bank Sampah merupakan program dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk dapat menanggulangi masalah sampah di Ibu Kota.

“Tapi meski program Pemprov, nggak semua Kelurahan, nggak semua RW bisa jalankan karena tidak ada orang untuk mengurusnya. Di kami, tugas itu saya berikan ke Karang Taruna, ke anak-anak muda agar mereka punya kegiatan positif, nggak hanya nongkrong nggak jelas apa yang mau dikerjakan,” ungkap Sudaryatmo.

Dan benar saja, Bank Sampah RW01 secara perlahan menjadi salah satu bank sampah yang cukup aktif dan terkelola dengan baik diantara bank-bank sampah lain di lingkung Kelurahan Pela Mampang. Herman, sang Kepala Karang Taruna bahkan berani mengklaim bahwa nasabah bank sampahnya kini tidak hanya datang dari RW01 saja, melainkan juga dari RW-RW lain di sekitarnya. Hal itu terjadi karena si nasabah tertarik dengan program bank sampah yang ada di RW01, sedangkan di RWnya sendiri program bank sampah tidak berjalan.

“Dulu agak susah juga mengajak warga untuk mau memilah sampahnya sejak dari rumah. Tapi karena terbukti bisa jadi duit, lama-lama tertarik juga. Banyak yang dulu antipati justru sekarang semangat karena sampah plastik yang dulu dibuang kini bisa dijual dan menghasilkan uang,” ujar Herman.

Jika para pemuda diberdayakan lewat wadah Karang Taruna, para ibu rumah tangga dan pemuda putri ‘disentuh’ Sudaryatmo dengan program Usaha Mikro dan Kecil Menengah (UMKM) yang membuka bisnis catering dengan bahan baku sebagian dihasilkan dari beragam tanaman yang ditanam bersama di secuil lahan yang diwaqafkan dari salah seorang warga.

“Ada sekitar 200an meter lahan tidur, belum terpakai oleh yang punya lahan. Saya ijin saja untuk dipakai penghijauan. Dan alhamdulillah hasilnya seperti ubi, singkong, ketela, bisa kita pakai untuk bahan baku catering. Memang belum semuanya. Sebagian besar kami masih beli di pasar karena memang terhambat ketersediaan lahan,” keluh Sudaryatmo.

KBA

Namun dari seluruh upayanya tersebut, satu hal yang paling disyukuri Sudaryatmo adalah bahwa kini para warganya sudah tak lagi saling cuek dan antipati terhadap program-program RW karena sudah secara langsung dapat merasakan sendiri hasil dari program-program tersebut.

Terlebih ketika wilayah Sudaryatmo ini ditetapkan sebagai salah satu Kampung Berseri Astra (KBA) yang dalam setiap kegiatannya mendapat dukungan penuh dari PT Astra International Tbk lewat program tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR). Sejak saat itu, program-program kerja Sudaryatmo mulai dari penghijauan, penanganan kebersihan hingga pemberdayaan warga lewat usaha catering kecil-kecilan kian berkembang lebih maksimal.

“Alhamdulillah banyak sekali bentuk dukungan dari pihak Astra. Dengan bantuan permodalan dan pelatihan memasak sekarang catering Ibu-Ibu di sini sudah mulai rutin mendapat pesanan dari Pemprov DKI setiap kali ada acara di sana. Warga juga tak perlu repot ketika mau hajatan, tinggal saling bantu lewat catering ini,” ungkap Sudaryatmo.

Bila kegiatan catering mendapatkan ‘jatah’ permodalan dan pelatihan, program penghijauan disupport Astra dalam bentuk penyediaan berbagai jenis benih tanaman, pelatihan pengolahan Tanaman Obat Keluarga (Toga) hingga dikaitkan dengan pelatihan pengolahan sampah organik dan non organik melalui bank sampah.

Sudaryatmo juga mengaku senang lantaran pelaksanaan program KBA sifatnya tidak membawa satu program yang sudah fix, melainkan mensupport seluruh program yang sudah ada dan telah digagas sebelumnya oleh warga.

Setiap akhir tahun, dijelaskan Sudaryatmo, pihaknya selalu mengundang pihak Astra untuk ikut hadir dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di tingkat RW. Gunanya untuk dapat membangun sinergi terkait program-program RW apa saja yang bisa didukung oleh pihak Astra melalui program KBA.

“Dengan sistem yang seperti itu, kami lebih senang karena sistemnya lebih bottom up sehingga lebih tepat guna. Lebih mendengar usulan dari warga. Bukan kita tiba-tiba disuruh program apa gitu, yang belum tentu cocok dengan kondisi warga di sini,” tandas Sudaryatmo.

Solutif

Apa telah dilakukan Sudaryatmo di wilayahnya dengan dukungan penuh program KBA dari PT Astra International Tbk pun dinilai banyak pihak sangat tepat dalam memecahkan permasalahan khas daerah perkotaan seperti minimnya ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan juga pengelolaan sampah yang kurang memadai.

Pendekatan yang dilakukan Sudaryatmo dengan menggalakkan program bank sampah dinilai jauh lebih solutif ketimbang imbauan pemerintah terkait pelarangan pemakaian produk plastik yang notabene memang menjadi masalah utama pengelolaan sampah karena sifatnya yang tidak bisa terurai.

“Memang solusi penanganan sampah yang benar itu bukan melarang pemakaian produk plastik seperti sampak plastik dan semacamnya karena faktanya barang-barang itu masih kita butuhkan dan kita perlu pakai dalam kehidupan sehari-hari. Jadi nggak mungkin dilarang. Yang lebih mungkin adalah membenahi sistem pengelolaannya melalui daur ulang,” ujar Pengamat dan Pemerhati Regulasi Persampahan, H Asrul Hoesein, dalam kesempatan terpisah.

Menurut pria yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Green Indonesia Foundation ini, pemerintah sebenarnya telah memiliki Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah atau lebih kerap disebut sebagai Undang-Undang Pengelolaan Sampah (UUPS).

Dalam UU tersebut, telah diatur bahwa pengelolaan sampah yang benar tidak hanya dimulai sejak sampah telah sampai di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), melainkan sudah mengelolanya secara terstruktur dan sistematis sejak di Kawasan timbulannya, alias sejak sampah baru dihasilkan di wilayah asalnya.

“Maka solusi paling tepat memang adalah menginisiasi sebanyak mungkin bank-bank sampah di masyarakat. Ini sudah sesuai dengan UU, karena dengan adanya penguatan bank sampah, maka edukasi di masyarakat soal daur ulang juga bisa lebih fokus dan massif dilakukan. Sudah bukan saatnya lagi pemerintah dengan pendekatan one man show bikin kampanye ini-itu, karena percuma juga kalau tidak ada tindakan nyatanya di level paling bawah. Jadi (inisiatif menggalakkan) bank sampah ini sudah yang paling dan solutif, terlebih di Kawasan urban perkotaan seperti Jakarta,” tegas Asrul.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Taufan Sukma
Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: