Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Cemaskan 'Kesepakatan Trump', Menlu Iran: Pakta Nuklir 2015 Belum Mati

Cemaskan 'Kesepakatan Trump', Menlu Iran: Pakta Nuklir 2015 Belum Mati Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif. | Kredit Foto: Reuters/Carlo Allegri
Warta Ekonomi, New Delhi -

Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif mengatakan, kesepakatan nuklir 2015 belum mati dan ia tidak yakin apakah ada perjanjian baru yang disetujui oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

“Amerika Serikat tidak mengimplementasikan komitmen (kesepakatan yang ada), sekarang telah ditarik. Saya memiliki kesepakatan dengan AS dan AS menghancurkannya. Jika saya memiliki 'Kesepakatan Trump', berapa lama itu akan bertahan?" tanya Zarif pada konferensi keamanan di New Delhi, India, seperti dilansir dari Reuters, Rabu (15/1/2020).

Baca Juga: PM Inggris: Ganti Pakta Nuklir 2015 dengan Kesepakatan ala Trump

Zarif menegaskan bahwa Irak tertarik pada diplomasi, tetapi tidak bernegosiasi dengan AS. Ia menambahkan bahwa pakta yang ada adalah kesepakatan terbaik yang bisa ia bayangkan.

Zarif berbicara sehari setelah Inggris, Prancis, dan Jerman secara resmi menuduh Iran melanggar ketentuan perjanjian itu, suatu langkah yang pada akhirnya bisa mengarah pada penerapan kembali sanksi-sanksi PBB. 

Ia mengatakan Iran akan menanggapi surat yang dikirim oleh tiga negara Eropa dan mengatakan masa depan pakta, yang "belum mati", bertumpu pada Eropa.

Sebelumnya Perdana Menteri Inggris Boris Johnson meminta Trump untuk mengganti kesepakatan nuklir 2015 dengan pakta barunya sendiri untuk memastikan Iran tidak mendapatkan senjata atom. Pemerintahan Trump menarik diri dari pakta nuklir 2015 yang bertujuan untuk membatasi program nuklir Iran pada 2018 dan sejak itu memberlakukan kembali sanksi ekonomi terhadap Teheran.

Presiden AS dalam sebuah tweet mengatakan ia setuju dengan Johnson tentang perlunya "Kesepakatan Trump". Iran menyangkal program nuklirnya bertujuan untuk membuat bom, tetapi secara bertahap telah membatalkan komitmennya berdasarkan perjanjian 2015 sejak Amerika Serikat mundur. Teheran berpendapat bahwa tindakan Washington membenarkan tindakan yang diambilnya.

Ketegangan antara kedua negara meningkat setelah AS membunuh komandan militer Iran Jenderal Qassem Soleimani dan di balas dengan serangan rudal oleh Iran terhadap pasukan AS di Irak. Zarif mengatakan Iran telah mengirim pesan ke Washington melalui mediator Swiss pada malam serangan rudal itu, menyebutnya sebagai tindakan pertahanan diri dalam menanggapi pembunuhan Soleimani.

Zarif mengatakan kematian komandan Iran adalah kemunduran besar dalam perang melawan ISIS. Banyak orang di wilayah itu melihat Soleimani sebagai pahlawan karena perannya dalam mengalahkan kelompok ekstrimis itu.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Shelma Rachmahyanti

Bagikan Artikel: