Perusahaan Pelat Merah atau biasa disebut Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memang harus dituntut bergerak mengikuti kaidah dan prinsip bisnis modern, efisien. Tak hanya sampai di situ, BUMN yang memang pada dasarnya mencari profit atau keuntungan juga harus tunduk dan patuh pada tujuan-tujuan bernegara.
Tito Sulistio, Ketua Alumni Dokter Hukum Universitas Pelita Harapan, menerangkan bahwa salah satu tujuan bernegara dalam UUD 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum. Artinya, memajukan pemerataan ekonomi di berbagai daerah, memajukan kesejahteraan umum, dan menjadikan swasta sebagai partner dan bukan pesaing.
Baca Juga: Pasca Putusan Menteri BUMN, Proyek Kilang Minyak Mulai Dikebut
Sejalan dengan isi UUD tersebut, dirinya juga mempertanyakan mengapa lebih dari 70 dari 115 kantor pusat BUMN berada di Jakarta. Tito berpendapat, tidak menjamin keberadaan kantor pusat di Ibu Kota menjadikan Perseroan tersebut berkembang bahkan mampu disulap menjadi perusahaan multinasional.
"Belum pernah terdengar argumen dan penjelasan yang rasional mengapa BUMN harus selalu mempunyai kantor operasi di Jakarta. Apakah dengan berkantor pusat di Jakarta, BUMN tersebut berkembang menjadi Multi National Corporation (MNC) yang berkelas dunia? Ternyata, tidak juga," jelas Tito Sulistio dikutip dari keterangannya di Jakarta, Selasa (21/1/2020).
"Akal sehat dan logika bisnis korporasi saya sering bertanya. Mengapa BUMN seperti Pupuk Kaltim misalnya yang material dasarnya di Kalimantan, pabriknya di Kalimantan, pasarnya terutama di Kalimantan, harus mempunyai kantor yang cukup mewah di Jakarta? Apakah artinya para Direksi dan Petinggi BUMN ingin selalu dekat dengan kekuasaan dan bukannya berinteraksi mengayomi pegawai dan mengawasi kerja operasional hari ke hari Perseroan?” tambah Tito.
Menurutnya, sangat aneh jika semua operasi teknis perseroan berlokasi di luar Jakarta, tetapi fisik para pengelolanya berada dan dibiayai dengan mahal untuk menikmati harumnya kekuasaan di Jakarta. BUMN seharusnya dapat menjadi lokomotif pembangunan daerah. BUMN memiliki posisi tawar yang tinggi terhadap disinsentif usaha dan efektif sebagai alat untuk mentransformasi kebijakan pemerintah yang terkadang sulit diimplementasikan di lapangan.
Tito kembali menuturkan, BUMN juga seharusnya mampu menciptakan stimulan yang dapat membangun infrastruktur di daerah, termasuk sarana pendidikan dan sentra ekonomi lainnya. Dengan BUMN lebih terfokus, pindah dan berkonsentrasi di daerah diharapkan terjadi multiplier efek yang mampu meningkatkan size perekonomian daerah. Baik melalui accumulated creating capital maupun efek ikutan dari pelaku usaha swasta yang masuk setelah risiko mulai menurun.
Dirinya mencontohkan seperti perusahaan rokok Gudang Garam misalnya, satu perusahaan dapat menggerakkan satu perekonomian daerah (Kota Kediri) di Jawa Timur. Bayangkan jika BUMN melakukan hal yang sama seperti Gudang Garam yang notabene perusahaan swasta, maka clustering industry di Indonesia dapat terbentuk.
"Ini soal keberpihakan dan wawasan ke depan. Bagaimana pertumbuhan ekonomi dapat merata di seluruh nusantara menggunakan bisnis dan asset negara sebagai instrumen pemerataan. Siapa lagi kalau bukan BUMN?” terang Tito.
Maka dari itu, dengan adanya entitas bisnis yang besar di daerah diharapkan mendorong desentraliasasi sumber daya manusia yang unggul ke daerah. Sumber daya yang selama ini lari ke Jakarta dapat ditahan oleh daerah karena terdapat tantangan dan kesempatan kerja yang setara.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Puri Mei Setyaningrum