Tito kembali berandai, jika Direksi Rajawali Nusantara Indonesia dan keluarganya diwajibkan berkantor dan bekerja di dekat pabrik Jawa Tengah, Pupuk Kaltim ke Kalimantan, Angakasa Pura 1 ke Bali, Bukit Asam ke Sumatera selatan, Pertamina ke Riau, BNI ke Sumatera Utara dan seterusnya, dapat dibayangkan bagaimana semua pegawai inti yang berpendidikan serta mapan, pindah ke daerah membawa keluarga, membawa pindah kemakmuran yang mereka miliki. Dengan begitu, clustering pupuk akan terbentuk di Kalimantan, clustering minyak di Riau, seperti clustering kerajinan yang telah terbentuk di Bali.
Tito kembali mengungkapkan, semua pemasok utama akan pindah, sekolah sebagai penunjang otomatis berdiri atau menyempurnakan diri, sentra perekonomian akan bergerak. Yang menarik, akan terjadi interaksi antarkomponen bangsa yang tadinya tidak saling mengenal. Disintegrasi bangsa akan minimal dan kluster industri secara strategis akan terbentuk.
Baca Juga: KIP: 85% Perusahaan BUMN Pelit Informasi
Tidak ada alasan bagi BUMN untuk kembali memfungsikan dirinya sebagai agent of development dan mengurangi fungsi komersialnya yang mampu dilakukan pihak swasta. Diperlukan keberanian bertindak dan memerintahkan BUMN yang selama ini merajalela di ibukota, bergaul, bersentuhan langsung dengan pusat kekuasaan dipindahkan secara fisik ke daerah. Menjadi ujung tombak pemberdayaan ekonomi daerah yang memang tidak mempunyai dan membutuhkan entitas bisnis besar untuk menggali keunggulan komparatifnya.
"Perpindahan yang bisa diartikan berupa 'hijrah'. Perpindahan yang jangan diartikan sebagai kemunduran bahkan pengorbanan, tetapi perpindahan yang dirasakan sebagai perjalanan pulang kampung untuk membangun tempat asal," jelas Tito.
Dengan berani "Go Daerah" alias "Pulang Kampung", berarti Pemerintah dan BUMN ikut membuka kesempatan yang lebih luas kepada pihak swasta dan korporasi lokal untuk makin berkiprah. Ekonomi Indonesia akan terhindar dari bahaya "crowding out" di mana swasta merasa tak ada ruang untuk berusaha dan mengalami demotivasi untuk berinvestasi sehingga mereka pun menghimpun dana mereka untuk investasi di mana pun di muka bumi ini yang dinilainya lebih efisien. Seperti kata pepatah: uang tidak mengenal nasionalisme.
Bukan tidak mungkin jika mereka melihat BUMN makin efisien dengan pindah kantor pusatnya ke daerah, swasta pun berbondong-bondong ikut berinvestasi di BUMN. Harga saham BUMN pun akan meningkat karena terus dilirik investor. Investor tidak pernah tertarik dengan "simbol kebanggaan" berupa gedung operasional atau kantor pusat yang megah dan mewah. Mereka hanya tertarik dengan efisiensi. Makin efisien sebuah perusahaan, makin profitable dan menambah return bagi investor.
Pemerintah telah banyak membangun infrastruktur di daerah. Mempunyai komitmen "membangun dari pinggiran". Saatnya ditindaklanjuti dengan mendorong BUMN untuk kembali ke daerah secara strategis. Diperlukan keberanian pemerintah atau Presiden yang "tanpa beban" untuk memerintahkan Menteri BUMN mendorong "BUMN Mudik".
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Puri Mei Setyaningrum