Pendiri BreadTalk Ternyata Seorang Anak Petani, Kisah Hidup dan Semangatnya Bikin Termotivasi
Sayangnya, bisnis Quek dan Katherine tidak terlalu berkembang pesat. Namun, mereka belajar dari pengalaman tersebut untuk melakukan pengembangan dari segi pemasaran yang makin intensif dan penyesuaian harga. Alhasil, bisnis permen Quek tumbuh hingga bisa menambah 5 cabang dan mencatat penjualan senilai US$240.000 per bulan.
Kesuksesan itu pun tak lantas membuat Quek puas. Ia semakin penasaran untuk berbisnis kuliner lainnya sehingga ia memutuskan untuk menjual jajanan khas Singapura yakni, mie babi cincang atau bak chor mee ke pasar Taiwan.
Dengan modal US$100.000, dia mulai menjajakan mie babi cincangnya. Quek pun menamai kedai mienya di Taiwan dengan sebutan Singa. Sayangnya, kesuksesan permen kumis naga tidak menular ke kedai mie babi cincangnya. Kedainya tutup setelah beroperasi tiga bulan karena pengelolaan bisnis yang buruk.
Baca Juga: BreadTalk Beli FJM, Komisi Persaingan Singapura Setuju
Namun, Quek tidak menyerah begitu saja. Dia kembali membangkitkan kedai Singanya itu dengan konsep yang berbeda. Ia pun menggandeng koki berpengalaman dan memperbanyak varian menu seperti sate, nasi ayam Hainan, mie udang, ditambah dengan adaptasi resep yang sesuai dengan lidah Taiwan.
Quek pun menuai hasilnya kali ini, kedai Singa sukses besar. Kedai Singa bisa ekspansi dengan memiliki 21 cabang.
Selama di Taiwan, Quek juga diketahui sempat bisnis es krim selama 9 bulan. Lini bisnis es krimnya itu memiliki 3 cabang dan bisa disebut cukup sukses.
Di tahun 1992, ia pun menjual saham Singa dan pulang kampung untuk memulai bisnis foodcourtnya, Food Junction. Selama delapan tahun, bisnis itupun sukses hingga Quek dijuluki Raja Foodcourt.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami
Tag Terkait: