Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Massa Berikat Kepala Merah Rusak Musala, Jaringan Gusdurian Bersikap

Massa Berikat Kepala Merah Rusak Musala, Jaringan Gusdurian Bersikap Kredit Foto: Viva
Warta Ekonomi -

Jaringan Gusdurian angkat bicara mengenai perusakan bangunan Musala Al Hidayah di Perumahan Agape, Kelurahan Tumaluntung, Kecamatan Kauditan, Kabupaten Minahasa Utara, Propinsi Sulawesi Utara, pada Rabu, 29 Januari 2020. Bangunan yang dirusak oleh orang-orang dengan ikat kepala merah itu juga merupakan Balai Pertemuan Umum (BPU) masyarakat Muslim Minahasa.

Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Indonesia, Alissa Wahid, menilai kasus perusakan dan pelarangan rumah ibadah bukan hanya kali ini terjadi. Mulai dari pembakaran masjid di Tolikara Papua, pembakaran gereja di Singkil Aceh, pelarangan pendirian gereja di Yogyakarta dan Semarang, pelarangan pendirian Pura di Bekasi, hingga berlarut-larutnya kasus gereja GKI Yasmin di Bogor, Jawa Barat. Keadaan ini memperlihatkan bahwa negara dalam status darurat toleransi.

"Eksklusifisme beragama yang menguat, kurangnya dialog antar pemeluk agama, hingga peraturan negara yang mengekang kebebasan berpendapat menjadi beberapa faktor yang melatari terjadinya berbagai kasus intoleransi berbasis agama. Hal ini tentu disayangkan mengingat negara Indonesia mempunyai konstitusi yang menjunjung tinggi kebebasan beribadah dan beragama," ujar Alissa, Jumat, 31 Januari 2020.

Perusakan musala di Kabupaten Minahasa Utara, Sulut.

Orang-orang dengan ikat kepala merah melakukan perusakan di dalam Musala Al Hidayah.

Alissa menambahkan, Jaringan Gusdurian berpandangan bahwa pada prinsipnya kebebasan beribadah dan berkeyakinan merupakan hak konstitusional warga yang harus dilindungi dan dipenuhi oleh negara. Pemerintah pusat dan daerah. Karena itu perusakan terhadap tempat ibadah harus ditindak secara tegas. Proses hukum seluruh pelaku dan provokatornya.

"Kebhinekaan dan keterbukaan sesungguhnya adalah wawasan nasional yang harus dimiliki oleh setiap pemerintah daerah. Agama-agama dengan segala keragamannya menyebar secara nasional. Tata kelola kehidupan beragama, dengan demikian, haruslah dijalankan dalam kerangka nasional.
Pemerintah daerah perlu selalu melihat dalam kacamata yang lebih besar, bukan hanya kacamata daerahnya saja, dan tidak terjebak pada mayoritarianisme di daerah. Mencegah konflik untuk menjaga kerukunan memang merupakan hal yang sangat penting, namun hal itu tidak boleh dilakukan dengan cara melanggar konstitusi," kata putri Presiden RI ke 4, KH Abdurrahman Wahid.

Alissa menerangkan, melihat permasalahan yang terjadi itu, Jaringan Gusdurian Indonesia mengeluarkan pernyataan sikap.

"Pertama, mengecam segala bentuk perusakan tempat ibadah atas alasan apapun. Tindakan perusakan tersebut bisa disebut sebagai aksi kriminal sehingga pelaku harus diproses secara hukum," kata Alissa.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: