Xi Jinping 'Hilang' Saat China Perangi Wabah Corona, Kenapa?
Presiden China, Xi Jinping, telah absen dari pandangan publik selama berhari-hari ketika pemerintahnya berjuang untuk memerangi wabah virus Corona baru, 2019-nCoV. Wabah virus Corona sudah merenggut lebih dari 400 nyawa manusia dan menginfeksi lebih dari 20.000 orang.
Penampilannya yang terakhir di muka umum adalah pada 28 Januari ketika dia bertemu sekretaris jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Beijing, di mana dia secara pribadi memerintahkan respons cepat terhadap wabah penyakit tersebut. Namun, Xi bukan wajah perjuangan pemerintah China dalam melawan virus mematikan ini.
Baca Juga: Xi Jinping: Corona Ujian Besar untuk China
Dia belum terlihat mengunjungi rumah sakit, dokter atau pasien. Pada hari-hari setelah para pejabat mengakui gawatnya krisis ini, Perdana Menteri Li Keqiang yang mengunjungi Wuhan, kota pusat wabah virus Corona baru. Foto-foto konvoi panjang sempat memicu desas-desus selama akhir pekan lalu bahwa Xi sedang dalam perjalanan ke Wuhan, meski faktanya dia belum muncul.
Kendati tak muncul di depan publik, media pemerintah menggambarkan Xi Jinping sebagai "komandan dari kejauhan". Dia telah berjanji untuk mengatasi apa yang dia sebut sebagai "virus iblis" dan menyetujui langkah-langkah seperti penyebaran 1.400 petugas medis militer di rumah sakit baru di Wuhan.
Pada hari Senin, Xi Jinping mengetuai pertemuan Komite Tetap Politbiro Partai Komunis dan memerintahkan para pejabat untuk bekerja sama guna meningkatkan sistem tanggap darurat negara dan kesehatan masyarakat. Untuk seorang pemimpin yang wajahnya dan kata-katanya menghiasi spanduk dan tanda-tanda di seluruh negeri dan ditampilkan di media pemerintah setiap hari, pendekatan sederhana selama masa krisis nasional tampaknya tidak berkarakter.
“Ini jelas merupakan salah satu masalah paling serius untuk dihadapi China dalam beberapa dekade. Xi memiliki kekuatan yang sangat terpusat pada dirinya sendiri, menumbuhkan citra populis, dan menyandang gelar 'pemimpin rakyat'," kata Carl Minzner, seorang profesor hukum dan politik China di Universitas Fordham.
"Gagal untuk mengatasi masalah ini di depan umum tampaknya akan merusak citra populisnya," ujarnya, seperti dilansir The Guardian, Rabu (5/2/2020).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Shelma Rachmahyanti
Tag Terkait: