Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Harga CPO & TBS: Berhentilah Corona!

Harga CPO & TBS: Berhentilah Corona! Pekerja melakukan bongkar muat Tandan Buah Segar (TBS) sawit untuk diangkut ke pabrik CPO Subulussalam di Desa Blang Dalam Babahrot, Kabupaten Aceh Barat Daya, Aceh, Jumat (16/8/2019). Harga TBS sawit ditingkat petani masih rendah Rp600 per kilogram dibandingkan beberapa bulan lalu berkisar Rp1.200 hingga Rp1.500 per kilogram. | Kredit Foto: Antara/Irwansyah Putra
Warta Ekonomi, Jakarta -

Organisasi kesehatan dunia (World Health Organization/WHO) telah membuat pernyataan resmi terkait serangan virus corona (2019-nCoV) sebagai the first global health emergency yang dampaknya akan memengaruhi pasar dan pertumbuhan ekonomi global.

Berdasarkan live update peta Gis and Data, total kasus corona yang terkonfirmasi per 18 Februari 2020 mencapai 72.508 kasus yang sebanyak 99%-nya dilaporkan terjadi di China dan sisanya menyebar ke negara lain, seperti Jepang, Korea Selatan, Hong Kong, AS, Malaysia hingga Italia.

Serangan virus ini telah menyebabkan kematian sebanyak 1.869 kasus di berbagai negara. Untuk mencegah penyebaran wabah virus tersebut, Pemerintah China telah melakukan policy lock-down atau mengisolasi 16 kota di China yang memiliki lebih dari 50 juta penduduk sejak Januari 2020 lalu. Kondisi tersebut menyebabkan aktivitas perekonomian masyarakat di China mengalami penurunan.

Baca Juga: Gara-gara Corona, Deretan Industri Teknologi Ini Bakal Terpukul

Mengutip PASPI, Indonesia termasuk salah satu negara yang berpotensi besar terdampak pelemahan pertumbuhan ekonomi China akibat mewabahnya virus corona tersebut. Perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia meliputi tiga sektor, yakni sektor pariwisata, investasi, dan perdagangan.

Pada sektor pariwisata, isolasi masyarakat China yang juga didukung oleh kebijakan Pemerintah Indonesia untuk menutup dan membatasi wisatawan asal Negeri Tirai Bambu tersebut akan berdampak pada penurunan jumlah kunjungan wisatawan China ke Indonesia.

Di sektor investasi, aliran investasi asing asal China ke Indonesia akan terganggu padahal China merupakan negara penanaman modal asing (PMA) terbesar kedua di Indonesia setelah Singapura.

Sedangkan sektor perdagangan Indonesia menjadi salah satu korban yang paling terdampak akibat mewabahnya virus corona tersebut. Hal ini dikarenakan China merupakan mitra dagang utama Indonesia, baik untuk ekspor-impor produk konsumsi, elektronik maupun sparepart yang lainnya.

 

Sebagai negara dengan industri manufaktur dan populasi penduduk terbesar di dunia, kebutuhan produk bahan baku industri dan konsumsi termasuk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) di China sangat besar.

Mewabahnya virus corona dan policy lock-down yang diberlakukan oleh Pemerintah China mengakibatkan terjadinya penurunan permintaan CPO sehingga meningkatkan stok di pasar dunia dan berpotensi menurunkan harga komoditas tersebut.

Data Gapki mencatat, China menjadi importir CPO terbesar Indonesia dan menggeser India dengan jumlah demand mencapai 6 juta ton selama 2019, yang mana jumlah ini meningkat 36,4% dibandingkan 2018 lalu.

Peningkatan permintaan minyak sawit dari China dan negara lainnya menyebabkan harga minyak sawit dunia berkilau sejak Agustus 2019 lalu. Data CIF Rotterdam mencatat harga CPO pernah mencapai US$880 per MT pada awal Januari 2020, bahkan diperkirakan tren peningkatan harga terus terjadi sepanjang kuarta I-2020. 

Namun, optimisme para pelaku industri sawit harus terpatahkan dengan tren harga minyak sawit yang kembali turun. Harga CPO CIF Rotterdam selama periode I Februari 2020 tercatat melemah hingga 4,6% atau dari US$765 per MT menjadi US$730 per MT. Pada m-o-m, harga CPO CIF Rotterdam turun mencapai 11,7% dari US$858,3 per MT menjadi US$757,8 per MT.

Meskipun demikian, harga CPO saat ini bergerak positif hingga 37% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan harga CPO di pasar global juga berdampak pada penurunan harga tandan buah segar (TBS) di tingkat produsen, khususnya bagi pekebun sawit rakyat.

Jika penurunan harga ini terus berlangsung, dikhawatirkan menjadi disinsentif bagi pekebun untuk mengelola kebunnya dengan baik yang berimplikasi pada penurunan produktivitas dan volume produksi minyak sawit ke depannya.

Baca Juga: Oh, Harga CPO. Bagaimana Nasibmu di Akhir Januari?

Baca Juga: Penetapan Pajak Ekspor CPO, Plus atau Minus?

Seperti tren penurunan harga pada 2017–2018 yang menyebabkan produsen menurunkan penggunaan pupuk sehingga memengaruhi tingkat produktivitas dan produksi minyak sawit tahun 2019–2020.

Oleh karena itu, komitmen kebijakan B30 harus tetap terjaga dan pengembangan green fuel berbasis sawit rakyat harus diprioritaskan guna meningkatkan penyerapan minyak sawit domestik sehingga harga TBS dan minyak sawit meningkat serta menguntungkan produsen.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: