Ajang balap mobil Formula E segera dihelat di Jakarta pada Juni 2020 mendatang. Pemprov DKI Jakarta ngotot melaksanakan ajang lomba mobil listrik ini meski mendapat kecaman dari publik karena biayanya yang sangat besar untuk event ini.
Pemprov DKI menerima berbagai kritikan karena anggarannya yang sangat besar hingga tidak profesionalnya penyelenggaraan ajang tersebut. Biaya penyelenggaraan formula E disebut-sebut mencapai Rp1,16 triliun. Anggaran tersebut dinilai terlalu besar, bahkan mencapai dua kali lipat dari penyelenggaraan ajang yang sama di Hong Kong, yang hanya memakan biaya Rp529 miliar.
Baca Juga: Megawati Sindir Anies: Formula E Kenapa Sih Harus di Monas?
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta menuding penyelenggaraan Formula E ini hanya ajang politis. Pemprov DKI juga dikritik karena tidak profesional menyusun surat yang dikirim untuk meminta izin penggunaan Monas dan Kawasan Medan Merdeka kepada Pemerintah pusat.
Sekretaris Komisi E DPRD DKI, Johnny Simanjuntak, mengkritik rencana penyelenggaraan Formula E ini. Menurutnya, ajang balap mobil listrik internasional yang diboyong Anies ke Jakarta ini adalah program yang terkesan tidak serius dan dicurigai ada motif politik dibaliknya.
"Formula E itu rencana kaleng-kaleng. Ini adalah 'formula politik', formula ecek-ecek," ujar Johnny dalam rapat kerja Komisi E DPRD DKI dengan jajaran Pemprov DKI, di DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta, Rabu, 19 Februari 2020.
Johnny yang berasal dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini menyampaikan, tidak seriusnya DKI, di antaranya, bisa dilihat dari adanya polemik surat rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya (TACB). Anies mengklaim telah mendapat rekomendasi TACB dalam surat yang dikirim ke Setneg, dibantah TACB, lalu diklaim sebagai salah ketik oleh Sekda DKI Saefullah.
"Masa Pemprov yang segini besar bisa salah ketik? Ini memang tidak direncanakan dengan baik," ujar Johnny.
Kritikan serupa juga diberikan Ketua DPRD DKI, Prasetio Edi Marsudi, kepada Pemprov DKI atas polemik surat itu. DKI seolah-olah tidak profesional dalam menyusun surat yang dikirimkan ke Menteri Sekretariat Negara selaku Ketua Komisi Pengarah Kawasan Medan Merdeka.
"Iki pemerintahan opo? Ini pemerintahan apa?" ujar Pras.
Monas itu kawasan suci
Sementara itu, Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) DKI, Mundardjito, menegaskan bahwa sebagai salah satu cagar budaya bernilai historis, area Monumen Nasional merupakan kawasan yang suci. Menurut Mundardjito, hal itu menjadi alasan DKI dinilai tidak tepat menggunakan Monas sebagai lokasi Formula E.
"Kalau bicara cagar budaya kan saya menganggap suci. Kalau ada yang diadu (mobil) kemudian ada bunyi 'sroong sroong' (balap mobil), itu kayaknya kurang pantas kan. Anda pikir pantas enggak? Kalau Anda saya tanya. Enggak kan?" ujar Mundardjito usai rapat bersama Komisi E DPRD DKI di DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta, Rabu, 19 Februari 2020.
Mundardjito mengungkapkan, sebagai tim yang memiliki tanggung jawab menentukan status-status cagar budaya atas tempat-tempat bersejarah di ibu kota, TACB tidak setuju Monas menjadi lokasi Formula E.
"Jangan di Monas lah. Pokoknya buat saya, Monas itu suci," ujar Mundardjito.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum