Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pergantian PM Malaysia, Merugikan Industri Sawit Indonesia?

Pergantian PM Malaysia, Merugikan Industri Sawit Indonesia? Kredit Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Warta Ekonomi, Jakarta -

Setelah Mahathir Mohamad mengundurkan diri dari posisi Perdana Menteri dan digantikan oleh Muhyiddin Yassin, Badan Investasi Kementerian Perdagangan (Directorate General of Trade Remedies/DGTR) India mengatakan tidak perlu memperpanjang permasalahan bilateral terkait impor minyak sawit asal Malaysia.

Mengutip Reuters, anggota parlemen Malaysia, We Kang Siong, juga mengatakan bahwa salah satu prioritas Malaysia saat ini adalah memperbaiki hubungan perdagangan dengan India karena produsen minyak sawit Malaysia menderita akibat pembatasan pembelian India.

Baca Juga: Kinerja Ekspor CPO Turun, Karena Corona Lagi?

Adapun seorang pedagang India ikut buka suara dan berkata bahwa pemerintah India terbuka untuk kembali menjalin hubungan baik dengan Malaysia. Dengan catatan, Malaysia tak ikut campur terhadap urusan dalam negeri India.

Permasalahan Malaysia-India muncul ketika mantan PM Malaysia Mahathir mengomentari aksi pemerintah India atas tindakannya terhadap Muslim Jammu dan Kashmir serta terbitnya regulasi kewarganegaraan di India.

Data MPOB mencatat ekspor minyak sawit Malaysia ke India pada tahun 2019 sebanyak 4,4 juta ton atau sekitar 24% dari total ekspor Malaysia. Namun, pedagang India telah memangkas pembelian minyak sawit asal Malaysia mengikuti instruksi informal dari pemerintah India sejak November lalu sebagai respons atas pernyataan Mahathir tersebut. 

Secara resmi, tertanggal 8 Januari 2020, Direktorat Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan dan Industri India telah memasukkan produk turunan minyak sawit (refined, bleached, and deodorized palm oil) dari yang status impornya "free" menjadi "restricted", baik yang berasal dari Malaysia maupun negara produsen lainnya. Akibatnya, ekspor minyak sawit Malaysia ke India sepanjang Januari 2020 anjlok hingga 85% menjadi 46.876 ton dibandingkan tahun sebelumnya dan terendah sejak 2011 lalu.

Kemungkinan besar, India ingin agar industri rafinasi atau pengolahan minyak sawit dalam negeri berkembang sehingga membatasi impor produk olahan, sedangkan impor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) tidak ada larangan. Kondisi ini tentunya dapat dengan mudah "menghantam" Malaysia sebagai pemasok utama minyak sawit olahan ke India.

Namun, fakta di atas menjadi peluang besar bagi Indonesia sebagai eksportir CPO terbesar di dunia untuk kembali mengisi pasar ekspor India sepenuhnya. Ditambah lagi, The Palm Oil of Refiners Association of Malaysia (PORAM) mengatakan bahwa secara tradisional, CPO dari Indonesia lebih kompetitif dari segi biaya dibandingkan dari negara lainnya.

Indonesia telah mengisi dua per tiga dari impor minyak sawit India, tetapi tarif impor asal Malaysia yang ditetapkan India lebih rendah dibandingkan Indonesia sehingga menyebabkan posisi Malaysia menjadi sejajar dengan Indonesia sebagai pemasok minyak sawit ke India pada tahun 2019. 

Kebijakan India akan impor minyak sawit beserta olahannya akan sangat ditunggu oleh Malaysia dan Indonesia. Dengan bergantinya pucuk pimpinan pemerintahan Malaysia, lobi-lobi yang dilakukan oleh Malaysia untuk menghapus larangan produk olahan minyak sawit dapat membuat CPO Indonesia kembali tersisih dari India. Namun, di lain pihak keinginan pemerintah India untuk mengembangkan indutri pengolahan minyak sawitnya dapat memberikan angin segar bagi industri kelapa sawit Indonesia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: