Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Raksasa Sosmed Cemas AI Salah Take-down Konten Disinformasi Corona

Raksasa Sosmed Cemas AI Salah Take-down Konten Disinformasi Corona Kami baru saja menerbitkan sebuah infografis tentang seberapa signifikan fungsi dari video. Namun, masa depan sudah sampai di era modern. Hal Ini telah menjadi sebua ‘tahun revolusi video’ penuh bagi pemasar. Menurut statistik Wyzowl, 63% bisnis telah mulai menggunakan pemasaran dengan memakai konten video. | Kredit Foto: Reuters
Warta Ekonomi, Jakarta -

YouTube, Facebook Inc, dan Twitter Inc, serta induk Google, Alphabet Inc memperingatkan pada Senin bahwa lebih banyak video dan konten lainnya dapat dihapus secara keliru karena pelanggaran kebijakan.

Alasannya, karena perusahaan-perusahaan mengosongkan kantor dan mengandalkan artificial intelligence (AI) secara otomatis untuk menindak video dan konten yang menyebarkan disinformasi tentang Corona.

Dalam sebuah posting-an blog, Google mengatakan bahwa untuk mengurangi kebutuhan orang datang ke kantor, YouTube dan divisi bisnis lainnya untuk sementara lebih mengandalkan kecerdasan buatan dan alat otomatis untuk menemukan konten yang bermasalah, seperti dilansir dari Reuters, Selasa (17/3/2020).

Baca Juga: Facebook, Google, Twitter dkk Bersatu Lawan Disinformasi Corona

Baca Juga: Ini Langkah Startup Pelat Merah dan Startup Besutan Mendikbud Lawan Corona

Perangkat lunak seperti itu tidak selalu seakurat manusia, yang mengarah pada kesalahan, tambahnya.

Facebook mengikutinya, mengatakan akan bekerja dengan vendor kontraktor pekerja minggu ini dan mengirim pulang semua pengulas konten hingga waktu yang belum ditentukan, dengan bayaran.

Perusahaan media sosial itu mendapat kecaman publik pekan lalu karena meminta para penegak kebijakan untuk terus bekerja lantaran tidak memiliki teknologi yang aman untuk melakukan moderasi dari jarak jauh.

Facebook juga mengatakan keputusan untuk lebih bergantung pada alat otomatis, yang belajar mengidentifikasi materi ofensif dengan menganalisis petunjuk digital untuk aspek-aspek umum dari pencopotan sebelumnya, memiliki keterbatasan.

"Kami mungkin melihat beberapa waktu respons yang lebih lama dan membuat lebih banyak kesalahan sebagai hasilnya," katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bernadinus Adi Pramudita
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: