Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Lantang 'Serang' Luhut, Ini Rekam Jejak Said Didu: Mantan Pejabat BUMN yang Vokal Kritik Pemerintah

Lantang 'Serang' Luhut, Ini Rekam Jejak Said Didu: Mantan Pejabat BUMN yang Vokal Kritik Pemerintah Kredit Foto: Twitter/msaid_didu
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dikabarkan bakal menuntut mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu atas pernyataan yang dianggap menyudutkan dirinya.

Hal ini menjadi buntut dari pernyataan Said Didu yang menyatakan Luhut hanya mementingkan keuntungan pribadi tanpa memikirkan penanganan virus corona.

Baca Juga: Ngancam Said Didu, Sindiran PKS ke Luhut Jleb: Jadi Menteri Jangan Sumbu Pendek 

Asal mula tuntutan ini berasal dari kanal YouTube Said Didu yang diwawancarai Hersubeno Arief berdurasi 22 menit beberapa waktu lalu. Dalam video tersebut, Said Didu menyoroti isu persiapan pemindahan ibu kota negara (IKN) baru yang masih terus berjalan di tengah usaha pemerintah dan semua pihak menangani wabah Covid-19.

Said Didu sejak dulu memang dikenal vokal dalam mengkritik pemerintah. Karir pria asal Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan ini banyak dihabiskan sebagai PNS di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Said Didu dikenal sebagai PNS yang memiliki karir cemerlang. Jabatannya berjenjang, mulai dari pegawai biasa hingga menyentuh eselon tingkat atas. Karir Said di pemerintahan dimulai sejak ia lulus sarjana dari Institut Pertanian Bogor atau IPB jurusan Teknik Industri.

Pada 1985, Said Didu mulai tercatat sebagai pegawai BPPT dengan titel perekayasa pada usia ke-23. Karirnya merangkak naik setelah 3 tahun menjadi pegawai pelat merah. Di usia 26 tahun, ia beberapa kali menjadi pemimpin proyek di institusinya. Pengalaman tersebut membuat karirnya meroket hingga pada usia 31 tahun didapuk menjadi eselon III. 

Mulus di BPPT, Said Didu didapuk menjadi Sekretaris Kementerian BUMN dengan golongan eselon I pada 2005. Kursi kedua di BUMN itu ia jabat selama 5 tahun hingga 2010.

Empat tahun kemudian, ia melompat lintas kementerian ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Tepatnya pada 2014 hingga 2016, Said Didu dipinang menjadi staf khusus Menteri ESDM. 

Sebagai petinggi di Kementerian BUMN, Said Didu juga diplot sebagai komisaris di beberapa perusahaan pelat merah di antaranya Komisaris PTPN IV (Persero) dan PT Bukit Asam Tbk (Persero).

Di tahun 2018, Said Didu dicopot dari jabatannya sebagai komisaris di Bukit Asam dan digantikan oleh Jhoni Ginting. Pencopotannya dilakukan oleh Menteri BUMN Rini Soemarno dalam RUPSLB Bukit Asam.

Kementerian BUMN beralasan, pencopotan Said Didu dari kursi Komisaris Bukit Asam dilakukan karena ia dianggap sudah tidak sejalan dengan pemegang saham.

Said Didu juga sempat jadi sorotan saat dirinya memutuskan mundur sebagai PNS pada 13 Mei 2019. Alasan pengajuan pensiun dari BPPT agar dirinya bisa lebih leluasa mengkritik kebijakan publik yang dinilainya perlu diperbaiki.

Tak hanya moncer di BPPT, Kementerian BUMN, dan ESDM, Said Didu juga sempat mencecap bidang politik dan organisasi. Pada 1997 hingga 1999, ia juga sempat terpilih sebagai anggota MPR.

Said juga sempat menduduki kursi komisaris PT Merpati Nusantara Airlines, Komisaris PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia, dan Dewan Pengawas Rumah Sakit RSCM Jakarta.

Di awal rezim periode pertama Presiden Joko Widodo (Jokowi), Said Didu ikut masuk dalam lingkaran pemerintahan tahun 2014-2016. Dia menjabat sebagai Staf Khusus Menteri ESDM saat itu, Sudirman Saaid.

Tercatat, Said sudah mengabdi sebagai ASN selama 32 tahun 11 bulan. Langkah bersebrangan dengan rezim Jokowi juga pernah diambil Said Didu saat dirinya menerima tawaran dari Tim Kuasa Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sebagai saksi di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait hasil Pilpres.

Salah satu kritikan paling vokal dari Said Didu kepada pemerintah yakni terkait akuisisi saham PT Freeport Indonesia. Saat itu, Said Didu menilai kebijakan pemerintah dalam pembelian saham Freeport Indonesia lewat PT Inalum bisa merugikan negara. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami

Bagikan Artikel: