Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menengok Perkembangan Kelompok Anarko di Indonesia

Menengok Perkembangan Kelompok Anarko di Indonesia Demonstran menggunakan masker gas dan membawa barikade berlari saat terjadi bentrokan antara penentang Presiden Bolivia Evo Morales dengan pendukung pemerintah, di La Paz, Bolivia, Kamis (7/11/2019). | Kredit Foto: Reuters/Kai Pfaffenbach

Gerakan Anarkisme di Indonesia

Perlu diketahui, gagasan anarkisme sudah lahir bahkan sebelum naskah proklamasi dibacakan. Sekira tahun 1923, Soekarno menulis tentang anarkisme dan dimuat dalam Harian Pikiran Ra'jat. Meski begitu, belum jelas kapan tepatnya gerakan anarkisme muncul di Indonesia.

Jika menarik lebih ke belakang, gagasan anarkisme sempat diperkenalkan oleh orang-orang Belanda beraliran sosial demokrat atau sosialis. Saat itu, Edward Douwes Dekker dengan nama samaran 'Multatuli' (1820-1887) mengkritik sistem kolonialisme di Hindia Belanda lewat sejumlah tulisannya.

Karya tulis Multatuli yang menyerang pemerintah kolonial telah menggugah opini publik, pada awal abad ke-20. Ia mengangkat kebrutalan kolonialisme Hindia Belanda. Teks bacaan miliknya memberi pengaruh signifikan pada pekerja anarkis dan sindikalis di Belanda.

Pada saat proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, tidak ada tanda-tanda adanya gerakan anarkis dalam bentuk apapun di negara ini. Elit politik negara baru menggunakan label “anarkisme” untuk mengutuk lawan-lawan mereka. Setelah tahun 1945, para pekerja mulai secara spontan merebut rel kereta api, perusahaan industri dan perkebunan, membangun kontrol atas mereka, dan pihak berwenang setempat menjuluki gerakan ini "anarko-sindikalisme".

Abdulmajid, yang menjadi pemimpin mahasiswa Indonesia setelah keberangkatan Hatta, dan kaum sosialis lainnya “membawa” ungkapan anarko-sindikalis dari Belanda. Seperti pada bulan Februari 1946, Wakil Presiden Hatta secara terbuka menyerang “sindikalisme,” berbicara pada sebuah konferensi ekonomi di Yogyakarta bahwa perusahaan-perusahaan tersebut telah melewati kontrol negara.

Presiden Soekarno, pada gilirannya, mengkhawatirkan kecenderungan “anarko-sindikalis” di Partai Buruh Indonesia yang diciptakan oleh serikat pekerja. Akan tetapi tuduhan ini tidak ada kaitannya dengan gerakan anarkis atau anarko-sindikalis yang sesungguhnya.

Gerakan anarkisme diperkirakan muncul kembali ke permukaan sekitar tahun 1990-an. Masa pemerintahan Soeharto atau sering disebut Masa Orde Baru rupanya punya andil besar di balik kemunculan kaum anarkis. Pada saat itu, kaum anarkis identik dengan kelompok Punk.

Sekira tahun 1993-1994, mengutip dari laman Anarkis.org, punk Indonesia muncul dengan mengedepankan aktivitas anti-kediktatoran dan anti-fasis. Mereka membangun hubungan dengan gerakan sosial dan gerakan buruh.

"Pada waktu itu anarki identik dengan punk, dan beberapa orang di komunitas itu mulai menaruh perhatian lebih pada ideologi dan nilai anarkis. Sejak saat itu, wacana anarkis mulai berkembang di antara individu dan kolektif di komunitas punk/hardcore, dan kemudian berada dalam kelompok aktivis, pelajar, pekerja yang lebih luas..."

Dialog dan diskusi diawali dengan mengangkat pertanyaan, "bagaimana menciptakan kelompok dan organisasi secara non-hierarkis dan terdesentralisasi?"

Pertama, majalah-majalah kecil mulai diterbitkan, yang isinya membahas masalah gerakan-gerakan sosial; terkait feminisme, nilai anarkis, anti-kapitalisme, perlawamam sosial, anti-globalisasi, ekologi dan lain-lain.

Akses ke Internet juga turut memfasilitasi penyebaran anarkisme. Masalah serius waktu itu adalah kurangnya literatur anarkis dalam bahasa Indonesia, lalu pamflet-pamflet kecil tentang Mikhail Bakunin, E. Goldman, R. Rocker telah diterjemahkan dan diterbitkan.

Partisipasi kaum anarkis muda Indonesia dalam gerakan sosial dimulai dengan membagikan makanan kepada yang membutuhkan (Food not Bomb), mendukung demonstrasi dan melakukan kerja-kerja anti-fasis.

Jadi, pada Agustus-September 1999, para aktivis Front Anti-Fasis Bandung mendukung perjuangan para pekerja yang mogok dari pabrik Rimba Aristama, mengadakan aksi solidaritas dan demonstrasi. Pada bulan Desember 1999, perwakilan kelompok anti-fasis pemuda radikal dari seluruh Indonesia mengadakan pertemuan pertama “Jaringan Anti-fasis Nusantara” di Yogyakarta, yang memiliki orientasi gerakan anarkis.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Muhammad Syahrianto
Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: