Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Percaya Gak Percaya: Rupiah Sungguh Menyayat Hati, Diserbu dari Segala Penjuru Dunia!

Percaya Gak Percaya: Rupiah Sungguh Menyayat Hati, Diserbu dari Segala Penjuru Dunia! Kredit Foto: Antara/Reno Esnir
Warta Ekonomi, Jakarta -

Nilai tukar rupiah bertahan sebagai mata uang paling lemah di hadapan dolar AS dan juga mayoritas mata uang Asia serta Eropa. Terhitung hingga pukul 14.27 WIB, rupiah terdepresiasi sedalam -0,50% ke level Rp15.708 per dolar AS.

Level tersebut sudah sedikit membaik dari level terdalam yang sebelumnya dicapai rupiah, yakni Rp15.725 per dolar AS. Kendati membaik, itu belum mampu memosisikan rupiah untuk lebih baik daripada dolar Australia (-0,83%), euro (-0,67%), dan poundsterling (-0,96%).

Baca Juga: Terungkap! Ternyata Begini Kronologi PHK Karyawan Ramayana, Waduh. . .

Baca Juga: Tutup Semua Bioskop di Indonesia Akibat Corona, Pemilik CGV Buka-Bukaan Soal PHK Pegawai, Katanya...

Yang lebih memilukan, tekanan rupiah datang dari segala penjuru, termasuk juga dari pasukan mata uang regional. Hingga sore ini, tak ada satu pun mata uang Asia yang memberi kesempatan rupiah untuk menguat, antara lain dolar Taiwan (-0,71%), yen (-0,57%), dolar Hong Kong (-0,50), won (-0,47%), dan yuan (-0,45%).

Baca Juga: Tutup Toko dan PHK Karyawan, Kondisi Ramayana Makin Memprihatinkan

Begitu pun juga dengan baht (-0,42%), dolar Singapura (-0,40%), dan ringgit (-0,14%) yang ikut menekan rupiah. 

Asal tahu saja, pelemahan rupiah yang signifikan ini terjadi ketika mayoritas mata uang global kompak menguat di hadapan dolar AS, seperti dolar Australia, euro, poundsterling, dolar New Zealand, dolar Kanada, franc, dolar Hong Kong, yen, won, dan dolar Taiwan. Bersama dengan rupiah, sebagian kecil mata uang Asia berada di bawah tekanan dolar AS, yakni baht, dolar Singapura, dan yuan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih

Bagikan Artikel: