Oleh karena itu, Pemerintah Orde Baru memiliki program untuk memanfaatkan lahan ex-logging tersebut, misalnya untuk transmigrasi dan pembangunan kebun sawit. Hal ini terkonfirmasi dari studi Fahmuddin dan Gunarso (2019) yang menunjukkan bahwa sebagian besar lahan kebun sawit Indonesia berasal dari agroforestry dan lahan semak belukar, sedangkan pangsa penggunaan hutan primer untuk kebun sawit sangat kecil.
Studi tersebut juga semakin menguatkan bahwa pengembangan perkebunan kelapa sawit Indonesia bukan pemicu utama (driver) deforestasi, namun sebuah upaya reforestasi. Kebun sawit justru menghijaukan kembali ekologi, ekonomi, dan sosial masyarakat di wilayah yang rusak akibat logging pada masa sebelumnya.
Baca Juga: Harga CPO: Bukan Pelan Asalkan Selamat, Tapi Pelan Bikin Skakmat!
Dari segi ekologi, perkebunan kelapa sawit, antara lain menyerap karbondioksida, menghasilkan oksigen, menambah biomassa dan stok karbon, mengonservasi tanah dan air atau meningkatkan kapasitas menahan air, serta mampu menghasilkan biofuel pengganti solar yang mengurangi emisi karbondioksida.
Secara sosial, perkebunan kelapa sawit meningkatkan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan, meningkatkan pembangunan pedesaan, dan memperbaiki ketimpangan pendapatan. Sedangkan secara ekonomi, perkebunan kelapa sawit meningkatkan pendapatan petani, meningkatkan pembangunan ekonomi daerah, meningkatkan penerimaan pemerintah, serta menghasilkan devisa negara.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Rosmayanti