Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Apakah Selama Ini Data Covid-19 di Seluruh Dunia Bisa Dijamin Keakuratannya?

Apakah Selama Ini Data Covid-19 di Seluruh Dunia Bisa Dijamin Keakuratannya? Seorang perempuan berjalan melewati layar jadwal keberangkatan di Bandara Internasional Dulles, sehari setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan pembatasan penerbangan dari Eropa ke Amerika Serikat selama 30 hari untuk mencegah penyebaran virus korona (COVID-19) di Dulles, Virginia, Amerika Serikat, Kamis (12/3/2020). | Kredit Foto: Reuters/Kevin Lamarque

COVID-19 memperparah kondisi sebelumnya, mengakibatkan kematian dini

Jika tingkat kematian secara keseluruhan dalam kerangka waktu dan tempat tertentu meningkat tetapi tingkat kematian COVID-19 tidak, mengapa ada lebih banyak orang meninggal? Amparo Larrauri, peneliti di Pusat Kesehatan Masyarakat dan Epidemiologi Spanyol, mengatakan kepada DW bahwa ada beberapa alasan yang memungkinkan.

"Meningkatnya (angka) kematian mungkin sebagian disebabkan COVID-19 yang belum diidentifikasi," katanya, sambil menunjukkan faktor-faktor lain yang memungkinan seperti "kematian dini."

Kematian dini mempengaruhi orang-orang dengan harapan hidup yang singkat dan penyakit bawaan yang mendasarinya, terutama golongan orang tua. Jika seseorang dalam kategori ini terinfeksi COVID-19, ia kemungkinan besar akan mengalami gangguan kesehatan.

Dengan demikian, ini adalah kematian yang terjadi lebih awal dari yang diperkirakan, yang penyebabnya adalah penyakit penyerta yang mendasarinya - tetapi virus mempercepat kematian.

Itulah sebabnya beberapa ahli demografi mengharapkan angka kematian yang jauh lebih rendah di pasca pandemi COVID-19, karena banyak orang saat ini meninggal lebih awal dari yang diperkirakan.

Menurut Spiegelhalter, alasan "kematian dini" tidak cukup untuk menjelaskan bertambahnya angka kematian. Menurutnya ada alasan penting lainnya.

Di Inggris dan Wales, antara rentang 20 Maret hingga 24 April tahun ini, lebih banyak 38.550 orang meninggal dibandingkan angka rata-rata kematian selama 10 tahun terakhir di sana. Hampir 11.000 diantaranya tidak dicap sebagai kasus COVID-19.

Lebih banyak orang meninggal di luar rumah sakit

Badan Statistik Nasional Inggris menerbitkan data jumlah kematian di sana setiap minggu. Data ini bermanfaat untuk memeriksa keseluruhan gambaran dampak pandemi.

"Saya pikir hal krusial yang kita lihat di sini adalah bahwa ada perpindahan (jumlah) dari orang yang meninggal di rumah sakit ke orang yang meninggal di rumah dan rumah perawatan," kata Spiegelhalter.

Sebagai contoh, data terbaru yang dipublikasikan menunjukkan bahwa dari 18 hingga 24 April, ada peningkatan 373 persen jumlah orang yang meninggal di rumah perawatan selama 5 tahun terakhir. Hanya 35 persen dari mereka meninggal karena COVID-19.

"Beberapa dari mereka mungkin menderita COVID-19, tetapi yang lain hanya orang-orang yang tidak pergi ke rumah sakit," jelas Spiegelhalter.

Data juga menunjukkan bahwa 36 persen orang meninggal di rumah perawatan dalam rentang waktu tersebut, meningkat dibandingkan dengan rata-rata historis di rentang waktu yang sama, 22 persen. Sementara, angka kematian di rumah sakit menurun dari 50 persen menjadi 37 persen.

"Data menunjukkan bahwa orang sangat khawatir pergi ke rumah sakit, baik untuk menghindari kejenuhan atau kemungkinan penularan," tambah Spiegelhalter.

Menurutnya hal ini lebih mengkhawatirkan daripada kematian COVID-19 yang tidak tercatat.

"Inilah yang kita sebut 'kerusakan tambahan' yang disebabkan oleh gangguan di masyarakat, dan sistem perawatan kesehatan. Menandakan orang tidak menggunakan layanan kesehatan dengan cara yang seharusnya untuk dapat mencegah kematian mereka."

"Angka menunjukkan bahwa ada banyak orang yang belum meninggal, dan yang sekarat di rumah atau di rumah perawatan. Dan ini tercermin dari menurunnya jumlah penerimaan pasien rumah sakit dari penyebab non-COVID-19."

Tingkat kematian di awal kasus sangat bervariasi antar negara, misalnya dari 16,42 persen di Belgia ke 0,09 persen di Singapura.

Ada beberapa alasan untuk ini, yaitu tidak melakukan tes post-mortem, menghitung angka kematian COVID-19 hanya dari rumah sakit, perbedaan kapasitas pengujian, keakuratan data, dan kurangnya standarisasi dalam mendeskripsi serta perbedaan SOP di setiap negara.

Kemudian ada negara-negara yang kurang transparan dimana pemerintahnya mengejar agenda politik untuk menggambarkan situasi yang lebih baik dibandinkan dengan kenyataannya demi mendapatkan pengaruh politik.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: