Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mantan Bos BUMN: Pemakzulan Presiden Diatur UUD, Kuncinya Tinggal di...

Mantan Bos BUMN: Pemakzulan Presiden Diatur UUD, Kuncinya Tinggal di... IStana Prisiden | Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Mantan Komisaris Utama Pelindo I, Refly Harun mengatakan Undang-Undang Dasar 1945 hasil perubahan ketiga tahun 2001 telah mengatur syarat pemberhentian presiden atau pemakzulan.

Menurut pakar hukum tata negara ini, ada tiga syarat pemberhentian presiden. Pertama, pelanggaran hukum seperti penghianatan terhadap negara, penyuapan, korupsi, dan tindak pidana berat lainya yang ancaman hukumanya di atas lima tahun lebih. Kedua, adalah melakukan perbuatan tercela yang melanggar norma adat, norma kesusilaan, dan norma agama seperti mabuk, judi, dan zina. Dan ketiga, memenuhi syarat sebagai presiden dan wapres.

Baca Juga: Sia-Sia Mau Makzulkan Jokowi, Ini Alasannya...

Baca Juga: Jangan Kaget! Alasan Jokowi Gak Lockdown Dibocorkan Orang Ini...

Namun, ia terkait syarat pertama, yakni sisi pelanggaran hukum sulit diproses oleh aparat terhadap seorang presiden.

“Makanya kalau alasan untuk menjatuhkan presiden dari sisi hukum itu agak berat, tapi ada dimensi poliitiknya," jelasnya dalam wawancara program Sarinya Berita di channel YouTube Realita TV yang dikutip, Selasa (2/6/2020).

Lanjutnya, ia pun mencontohkan soal penanganan pandemik Covid-19, di mana presiden telah menerbitkan Perppu No 1/2020 yanh sudah menjadi UU No 2/2020 dengan menggelontorkan anggaran Rp 405 triliun.

Menurutnya, bila dalam proses ini muncul indikasi penyuapan atau korupsi oleh kepala negara, hal itu bisa ditindaklanjuti.

"Bisa jadi fakta ini muncul, kemudian presiden bisa dijatuhkan dengan mekanisme di DPR, kemudian ke MK, kemudian dikembalikan lagi ke MPR terakhir,” urainya.

Namun, dalam hal ini ia menjelaskan publik agar tidak keliru, menjatuhkan presiden bukan dari Perppu atau UU-nya melainkan tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh presiden.

“Jadi kalau kita mengatakan apakah dengan kebijakan presiden menangani Covid-19 ini bisa dijatuhkan? Ya tergantung, kalau kebijakanya koruptif ya bisa dijatuhkan, bukan karena kebijakannya tapi karena korupsinya,” paparnya.

Karna itu, bila muncul indikasi pelanggaran hukum oleh presiden, kunci utamanya ada pada DPR RI. “Kuncinya di DPR, awalnya di DPR karena presiden itu dia tidak bisa diproses tindak pidana biasa. Jadi kalau dia melakukan tindak pidana berat, yang bisa memprosesnya adalah DPR,” tukas dia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: