Indonesia telah menyiapkan pengajuan panel kepada Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) terkait dengan kebijakan diskriminatif oleh Uni Eropa terhadap kelapa sawit Indonesia. Pengajuan panel akan dilakukan menunggu operasional kembali WTO pasca status darurat pandemi Covid-19 yang terjadi yang mengharuskan kegiatan operasional kantor WTO berhenti sementara.
Sebelumnya, Indonesia mengajukan gugatan untuk rencana pemberlakuan kebijakan RED II dan Delegated Regulation (DR) oleh Uni Eropa (European Union/EU) karena dianggap merugikan Indonesia. Penerapan kebijakan tersebut terkait dengan pelarangan penggunaan minyak sawit sebagai bahan dasar biofuel.
Baca Juga: Researchers: Boikot Sawit Berdampak Buruk bagi Ekonomi dan Lingkungan!
Minyak sawit dituduh memiliki status risiko tinggi terhadap perubahan penggunaan lahan tidak langsung yang ditetapkan EU. Pemberlakuan kebijakan tersebut dinilai dapat menurunkan ekspor minyak sawit Indonesia ke EU. Tidak hanya itu, dikhawatirkan dengan kebijakan EU tersebut, negara lain akan menerapkan kebijakan serupa sehingga dapat menjadi penghambat ekspor.
Pada Februari lalu, Indonesia dan EU telah melakukan konsultasi dengan memberikan sejumlah pertanyaan. Terdapat 108 pertanyaan hasil koordinasi antara kementerian/lembaga terkait, asosiasi/pelaku usaha kelapa sawit, tim ahli, dan tim kuasa hukum Pemerintah Indonesia. Diharapkan, konsultasi tersebut mencapai kesepakatan antara dua pihak. Saat ini, konsultasi dan gugatan Indonesia atas UE tersebut akan memasuki tahap pengajuan panel ke WTO.
Gapki sebagai salah satu lembaga yang membawahi pengusaha industri kelapa sawit Indonesia ikut mendukung langkah pemerintah untuk melakukan panel ke WTO dan optimis bahwa Indonesia akan memenangkan gugatan tersebut. Ketua Umum Gapki, Joko Supriyono, mengatakan, "Harusnya Indonesia punya peluang untuk menang."
Meskipun hingga saat ini, kebijakan tersebut belum berjalan dan belum memberi dampak pada ekspor sawit Indonesia. "Belum berdampak, ekspor masih normal. Kalau tidak salah mulai 2021 (diterapkan) dengan berbagai tahapan dan baru full nanti 2030," ungkap Joko.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum