Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

RUU HIP Dihujani Kritik di Luar, 'Dimuluskan' di Dalam

RUU HIP Dihujani Kritik di Luar, 'Dimuluskan' di Dalam Kredit Foto: Sufri Yuliardi

Arsul menegaskan, bagi fraksi-fraksi lain termasuk PPP, pembahasannya tetap harus mendengarkan masukan dan aspirasi dari masyarakat luas. Bahkan, dia menambahkan, hal ini yang menjadi catatan dan syarat PPP beserta beberapa fraksi lainnya ketika menyetujui RUU ini untuk menjadi inisiatif DPR. "PPP melihat poin penting dalam ruang pembahasan adalah terbukanya aspirasi masyarakat untuk diakomodasi," ujarnya.

Dalam catatan rapat pengambilan keputusan penyusunan RUU HIP di Baleg DPR pada 22 April yang dilansir sekretariat DPR, ada dua fraksi yang dicatat menyerukan perlunya TAP MPRS XXV/MPRS/1966 sebagai konsiderans. Keduanya adalah Fraksi PKS dan Fraksi PAN.

Baca Juga: RUU HIP Gegerkan Masyarakat, Eks Ketua MK Lantang: Pancasila Final

Fraksi PKS juga meminta RUU disempurnakan lebih dahulu sebelum diajukan ke sidang paripurna dengan menguatkan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa serta dimasukkannya TAP MPRS XXV/MPRS/1966 sebagai konsiderans. TAP MPRS itu mengatur pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) serta pelarangan penyebaran ideologi komunisme/Marxisme/Leninisme di Indonesia.

PKS juga meminta pasal soal "Ekasila" dalam RUU tersebut dihapuskan. Namun, sikap PKS tersebut dicatat dalam catatan rapat bukan sebagai penolakan, melainkan "menerima hasil kerja panja dan menyetujui RUU tersebut setelah dilakukan penyempurnaan kembali dengan menambahkan poin-poin yang tercantum dalam pendapat fraksi".

Pada akhirnya, seperti yang disampaikan Arsul Sani, TAP MPRS XXV/MPRS/1966 tetap belum disertakan dalam draf selepas rapat RUU HIP di Baleg DPR pada 22 April. Pasal 7 berisi Trisila dan Ekasila juga masih pada tempatnya. Penolakan-penolakan kemudian mengemuka.

Setelah dihujani kritik dari berbagai pihak, bisakah RUU HIP yang telah menjadi usulan DPR tersebut dibatalkan?

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi menjelaskan, mekanisme pencabutan suatu RUU tetap harus melalui rapat di Baleg DPR dengan pemerintah dan DPD dengan agenda revisi program legislasi nasional (prolegnas).

Nantinya disetujui atau tidaknya RUU dicabut bergantung pada sikap fraksi. "Tergantung sikap fraksi-fraksi di rapat tahunan evaluasi prolegnas," ujarnya.

Politikus PPP tersebut mengungkapkan bahwa saat ini RUU tersebut ada di pemerintah. Pemerintah punya waktu 60 hari sejak menerima surat untuk menyampaikan persetujuan atau menolak pembahasan.

Nantinya sikap pemerintah tersebut kemudian menjadi acuan DPR untuk kemudian merevisi prolegnas. "Ya artinya statusnya RUU tersebut tidak lanjut dan menjadi acuan dalam rapat revisi prolegnas," ujarnya.

Sejauh ini, pihak-pihak dari Fraksi PDIP tak banyak bersuara soal polemik RUU HIP ini. Ketua Panja RUU HIP di Baleg DPR, Rieke Diah Pitaloka, juga belum mengeluarkan pernyataan. Meski begitu, Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyatakan partainya siap menyertakan TAP MPRS XXV/MPRS/1966 dan mencabut pasal Trisila dan Ekasila.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: