Nuning menyatakan, hatinya ikut terluka melihat bendera PDIP dibakar dan diinjak-injak oleh pihak yang memiliki tujuan politik tertentu. Dia dulu adalah kader PDIP. Nuning sempat menjadi anggota DPR RI PDIP pada 1999-2004 dan jadi Sekretaris Fraksi PDIP pertama.
"Saya bersama Ibu Megawati Soekarnoputri dan kader PDIP senior lain sejak 1996 berjuang bersama membangun sebuah partai politik yang bernama PDI Perjuangan dengan peluh air mata serta penuh risiko hidup dan mati," beber Nuning.
Dia mengaku pernah menggigil ketakutan saat dikarantina bersama Mega di Asrama Haji Sukolilo Surabaya. Setiap geraknya, diawasi Pemerintah Orde Baru. "Suasana mencekam saat itu tidak bisa kulupakan,' imbuhnya.
Meski kini sudah bukan lagi anggota PDIP, tetapi dirinya tetap merasa sedih dan marah melihat aksi pembakaran bendera partai itu. Kejadian itu tidak bisa dibenarkan, apa pun alasannya. Ada unsur pelanggaran hukum dalam aksi tersebut.
Nuning mengingatkan, semarah dan sebenci apapun pada situasi politik, hendaknya tidak membuat masyarakat menghina simbol yang paling hakiki milik pihak manapun. Contohnya, bendera partai. "Jika tidak setuju gunakanlah jalur hukum, cara yang lebih mencerminkan kita sebagai bangsa besar yang berbudaya berakhlak baik dan santun," wanti-wantinya.
Dia mengingatkan, Pancasila menuntun masyarakat untuk bermusyawarah dan mufakat. "Ini penting agar bangsa ini tidak punah karena perang saudara akibat Adu Domba," tegas Nuning.
Terpisah, Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212 (PA 212) Slamet Ma'arif mengatakan, tengah menelusuri orang yang melakukan pembakaran bendera PDIP. Dia juga menghargai pelaporan PDIP ke polisi. "Siapapun silakan mengambil jalur hukum jika ada pihak-pihak yang diduga melanggar hukum," ujarnya, kemarin.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil