Sambungnya, tidak semua kerugian negara dianggap kasus korupsi. Namun kerugian itu bisa juga karena perdata. “Betul ada perbuatan melawan hukum, betul ada kerugian, tetapi ini bukan tindak pidana korupsi. Maka selesailah kasus ini,” imbuhnya.
Selain itu, ia menjelaskan tujuan pembentukan Panja Jiwasraya ini untuk membuat jelas sekaligus, bentuk akuntabilitas Jaksa dalam penanganan kasus AJS ini.
Namun, sasaran Panja Jiwasraya tidak akan tercapai jika Jaksa tidak transparan.
Termasuk keterlibatan mereka, apakah pelaku individu/perorangan ataukah perusahaan.
“Kalau kita tidak tau kasusnya apa, tindakan pidananya apa, susah kita meraba-raba ini. Kita susah membedah kasus ini. Kita juga susah meminta pertanggungjawaban Kejaksaan terhadap penanganan kasus ini,” ucapnya.
Tetapi, kalau kasus ini dibuka secara gamblang maka arah kasus ini akan mudah kelihatan, termasuk dugaan keterlibatan bos PT Mayapada Grup, Datok Sri Tahir.
“Jadi, kalau bisa, dibuka semua ini. Jangan ada yang ditutup-tutupi. Kalau dibuka semuanya maka akan jelas, ini Mayapada, ini Maya apa dll,” tuturnya.
Diketahui, pada kasus Jiwasraya ini, JPU menjerat para tersangka dengan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Jo. Pasal 65 ayat 1 KUHP. Adapun untuk perkara TPPU, Jaksa mendakwa dengan Pasal 3 dan Pasal 4 UU Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil