Peneliti pun menemukan warga kebanyakan tidak waspada dan merasa tenang-tenang saja selama penerapan adaptasi kebiasaan baru (AKB) di tengah lonjakan kasus.
"Satu studi di Jakarta, (menyebut beberapa orang) berpikir mereka takkan mudah terinfeksi. Ini tentu miskonsepsi," jelas Pandu.
Dengan pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) lewat AKB, dokter khawatir semakin banyak kasus yang dilaporkan. Apalagi pusat-pusat wisata seperti Bali sudah mulai akan terbuka bagi turis asing.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Denpasar dr I Gusti Ngurah Anom benar-benar takut akan adanya penambahan pasien dalam jumlah besar. Padahal, kapasitas isolasi di rumah sakit sebanyak 472 kasur telah dipenuhi pasien Covid-19 lokal.
"Jumlah kasus telah melonjak, tetapi kami tak mampu lagi membayangkan apabila kasus memuncak," tuturnya.
Semuanya harus menggunakan alat pelindung diri (APD) selama delapan jam penuh tanpa istirahat.
"Kami hampir tak punya waktu untuk minum, kencing, beberapa mengenakan popok," ungkap Ngurah Anom. "Kami harap pemerintah bisa menambah lebih banyak tes, tes, dan tes, jadi kita bisa melacak kasusnya." imbuhnya.
Indonesia sendiri kini menjadi negara dengan tingkat pengetesan paling rendah di dunia.
Semua semakin kacau dengan pengetahuan masyarakat yang rendah akan virus corona Covid-19. Banyak warga yang memberi stigma pada pasien sehingga banyak yang menolak tes ataupun menolak disebut positif corona.
"Pernah satu kasus saya alami ketika seorang ibu meninggal akibat virus corona, tetapi semua anaknya menolak," curhat Dokter Arief Bakhtiar, spesialis pulmonologi di Surabaya.
Ia pun curhat bagaimana sibuknya para tenaga medis di ruang-ruang perawatan rumah sakit. Oleh karena itu, mereka memakamkan sang ibu dengan tata cara muslim biasa, namun dampaknya baru terlihat dua minggu kemudian.
"Saya dengar dua anggota keluarganya meninggal, diduga karena Covid-19," jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: