Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Benarkah China Sponsori Peretasan Riset Vaksin Covid-19?

Benarkah China Sponsori Peretasan Riset Vaksin Covid-19? Kredit Foto: Reuters/Kacper Pempel
Warta Ekonomi, London -

Departemen Kehakiman Amerika Serikat menuduh China mensponsori para peretas yang mengincar sejumlah laboratorium yang tengah mengembangkan vaksin Covid-19.

Tuduhan ini dilontarkan seiring dengan pengumuman dakwaan terhadap dua mantan mahasiswa teknik elektro bernama Li Xiaoyu dan Dong Jiazhi, pada Selasa (21/7/2020).

Baca Juga: Menyetop Klaim China Atas Laut China Selatan, Langkah Pertama...

Mereka didakwa melakukan berbagai hal, termasuk memata-matai perusahaan-perusahaan AS yang meriset virus corona. Mereka pun dituding mendapat bantuan dari agen-agen pemerintah China untuk pencurian lain.

Dakwaan ini mengemuka di tengah upaya AS dalam menangani mata-mata siber China. AS, Inggris, dan Kanada pekan lalu juga menuduh Rusia berusaha mencuri riset terkait Covid-19.

Apa saja tuduhan terhadap kedua pria?

Tim jaksa mengatakan kedua pria itu memata-matai perusahaan bioteknologi yang berbasis di Massachusetts. Perusahaan tersebut diketahui sedang meriset bakal vaksin Covid-19.

Mereka juga dituduh meretas sebuah perusahaan di Maryland, kurang dari sepekan setelah perusahaan itu menyatakan sedang meriset Covid-19.

Aparat AS menyebut kedua pria itu adalah peretas yang kadang kala menerima dukungan dari agen-agen intelijen China, termasuk seorang pejabat dari Kementerian Keamanan Negara China (MSS).

Mereka sebelumnya telah mencuri rahasia dagang, properti intelektual, dan informasi bisnis lainnya yang bernilai "ratusan juta dollar" sejak 2009, sebut tim jaksa dalam dakwaan mereka.

Hal lain yang disebutkan dalam dakwaan, kedua pria asal China itu baru-baru ini "meneliti kelemahan-kelemahan dalam jaringan bioteknologi dan perusahaan lain yang diketahui secara umum meneliti vaksin, perawatan, dan teknologi pengujian Covid-19".

Negara-negara yang perusahaannya diincar meliputi Australia, Belgia, Jerman, Jepang, Lithuania, Belanda, Spanyol, Swedia, dan Inggris.

Berdasarkan dakwaan tim jaksa, para peretas itu mampu menembus perusahaan Inggris yang bergerak di bidang kecerdasan buatan, kontraktor pertahanan asal Spanyol, dan perusahaan energi matahari dari Australia.

Mengapa China dituduh mensponsori mereka?

Tim jaksa mengatakan kedua pria itu kadang kala beraksi demi kepentingan mereka sendiri termasuk pada ketika mereka mengklaim memiliki informasi rahasia sebuah perusahaan kemudian meminta uang tebusan dari perusahaan tersebut.

Namun, pada kesempatan lain, mereka dituding "mencuri informasi yang jelas merupakan kepentingan" pemerintah China.

Baca Juga: Gawat, China Gak Terima Penumpang Pesawat Luar Negeri Tanpa...

Kedua orang itu, menurut laporan dakwaan, "bekerja dengan, dibantu oleh, dan beroperasi dengan mematuhi" MSS.

Mereka diduga mencuri data militer dan memberikan pemerintah China informasi mengenai password para pegiat demokrasi di Hong Kong dan mantan demonstran Lapangan Tiananmen.

"Bersama Rusia, Iran, dan Korea Utara, China telah mengambil tempat pada kelompok negara memalukan yang memberikan tempat perlindungan bagi penjahat siber. Sebagai balasannya, para penjahat itu 'siap dipanggil' untuk bekerja demi keuntungan negara, demi memenuhi rasa lapar Partai Komunis China yang tak pernah puas pada properti intelektual perusahaan Amerika dan non-China yang diperoleh secara susah payah, termasuk riset Covid-19," papar John Demers, asisten jaksa agung di bidang keamanan nasional, pada Selasa (21/7/2020).

Pemerintah China belum memberikan tanggapan atas tuduhan ini, tapi sebelumnya mereka telah membantah tudingan mengenai pencurian properti intelektual.

Awal bulan ini, Direktur FBI Christopher Wray menuduh China mengerahkan "segenap kekuatan negara untuk menjadi satu-satunya negara adidaya di dunia dengan cara apapun".

"Kami telah mencapai titik di mana FBI kini membuka kasus kontraintelijen baru yang terkait China setiap 10 jam," kata Wray.

"Dari hampir 5.000 kasus aktif kontraintelijen yang berlangsung di seluruh negeri, hampir setengahnya terkait China."

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: