Seorang pemuda berusia 20 tahun, Leila Mkerzi menuturkan, keberadaannya di Beirut karena dia memiliki tugas moril membantu para korban ledakan itu.
"Itu tugas kita," kata dia, sambil membersihkan tangga bekas reruntuhan akibat ledakan.
Kelompok lain, tiga pria muda dan seorang wanita, berada di depan sebuah toko. Mereka membeli sikat, tas dan sarung tangan dengan uang mereka sendiri. Pedagang tidak memberi mereka diskon apapun.
"Kami tidak menginginkan apa pun, kami hanya ingin hidup," kata salah satu remaja putra.
Orang tuanya, Ibu Rita Freim, langsung menimpalinya dengan mengatakan bahwa mereka enggan banyak berpikir. Dia merasa kepalanya benar-benar kosong. "Kami tidak mengandalkan siapapun lagi. Tidak ada orang dari luar negeri yang pernah melakukan sesuatu yang konkret untuk kami.
Apa yang sedang dilakukan dunia? Mereka mengirim kami dua atau tiga pesawat bantuan, mereka menenangkan hati nurani mereka dan kemudian pergi. Apa tujuan Macron (Presiden Prancis)? Lelucon yang lain. Saya tidak punya harapan lagi," kata Freim.
Di jalan-jalan Beirut yang hancur, ada puluhan ribu anak muda. Mulai dari teman sekolah, mahasiswa, pramuka, umat paroki, Muslim, hingga Kristen. Sekelompok anak muda dari Chouf menolak menyebutkan siapa di antara mereka yang merupakan Druze.
Sementara, sekelompok orang Armenia dari Bourj Hammoud, lingkungan lain yang hancur, mengatakan, "Kami orang Lebanon dan hanya itu".
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: