Penguncian penuh diberlakukan di Jalur Gaza setelah pihak berwenang mengkonfirmasi kasus Covid-19 pertama yang menyebar melalui komunitas.
Kabar itu memicu kekhawatiran akan wabah yang berpotensi menghancurkan di wilayah dengan penduduk miskin di Palestina.
Baca Juga: Israel Lanjutkan Serangan ke Gaza
Otoritas kesehatan di wilayah dua juta orang itu yang dikelola oleh Islamis Hamas prihatin atas kombinasi kemiskinan yang berpotensi menjadi bencana.
Di mana kamp pengungsi yang padat akan penduduk dan fasilitas rumah sakit yang terbatas dalam menangani wabah menjadi masalah utama.
Dikutip dari Reuters, seorang juru bicara pemerintah mengatakan empat kasus virus korona dikonfirmasi dalam satu keluarga di kamp pengungsi.
Kini setelah dilakukan penguncian baik bisnis, sekolah hingga masjid diperintahkan di tutup sejak Senin (24/8/2020) malam kemarin, jalan-jalan di Gaza sebagian besar sepi.
Namun beberapa orang terlihat bergegas mempersiapkan kebutuhan pokok dari toko bahan makanan dan roti yang masih diizinkan buka meski dengan jumlah terbatas.
Kendaraan polisi dengan menggunakan pengeras suara mendesak warga Gaza agar mematuhi penguncian.
Dikabarkan Al Jazeera, Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan kasus-kasus itu terungkap setelah seorang wanita melakukan perjalanan ke Tepi Barat, di mana dia dinyatakan positif Covid-19.
Seorang juru bicara kementerian kesehatan mendesak semua orang yang mungkin mengunjungi supermarket di luar rumah sakit di Gaza tengah untuk mengkarantina diri mereka sendiri dan segera melapor ke petugas medis.
Sejak Maret 2020 lalu, Hamas sebuah kelompok yang mengatur Jalur Gaza, telah memberlakukan isolasi wajib selama 21 hari di pusat karantina yang ditunjuk untuk semua orang yang kembali melalui Israel dan Mesir.
Pihak berwenang telah mendeteksi 109 kasus di fasilitas karantina sejak Maret, dan 72 orang telah pulih.
Satu-satunya kematian di Gaza adalah seorang wanita yang memiliki kondisi kesehatan yang mendasarinya.
4 orang yang dinyatakan positif Covid-19 berada diluar karantina dan bermukim di tempat pengungsian.
Jika melihat masalah keamanan, baik Mesir maupun Israel telah mempertahankan pembatasan ketat di perbatasan Gaza.
Mereka meninggalkan penduduk Gaza dengan sedikit akses ke dunia luar selama bertahun-tahun. Krisis kesehatan terjadi di tengah ketegangan yang meningkat di sepanjang perbatasan Israel-Gaza.
Hal tersebut diakui sebagai sebuah tantangan besar bagi sistem kesehatan yang ada bagi tim Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) disana.
"Membuat ini terjadi di atas tantangan sistem kesehatan yang ada adalah masalah yang menjadi perhatian kami," kata Dr Ayadil Saparbekov, kepala tim darurat kesehatan lokal Organisasi Kesehatan Dunia.
"Kami telah memperkuat dukungan kami sebelum acara ini dengan menyediakan alat kesehatan dan alat pelindung diri serta alat uji laboratorium," katanya.
Bulan lalu, direktur Gaza dari Organisasi Kesehatan Dunia, Abdelnaser Soboh, mengatakan sistem kesehatan di wilayah itu hanya dapat menangani 500 kasus positif pada satu waktu.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: