Komisi X DPR RI secara khusus mengapresiasi capaian hasil laporan keuangan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) 2019 yang diumumkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) beberapa waktu lalu. Artinya, sejak 2016 hingga 2019, Perpusnas berhasil mempertahankan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) selama empat tahun berturut-turut.
Namun, capaian keberhasilan tidak otomatis mendongkrak pagu anggaran Perpusnas pada 2021 mendatang. Komisi X DPR RI menyarankan Perpusnas untuk lebih proaktif berkomunikasi dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan Kementerian Keuangan agar anggaran tahunan Perpusnas bisa ditambah.
Baca Juga: Perpusnas Raih WTP 4 Kali Berturut-turut dari BPK
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar pada Rabu (26/8/2020), anggota Komisi X DPR RI, Sofyan Tan, menyayangkan kenapa anggaran Perpusnas masih kisaran miliaran. Padahal, Presiden Jokowi secara jelas memprioritaskan pembangunan sumber daya manusia yang unggul, yang salah satu fokusnya melalui pemanfaatan perpustakaan berbasis inklusi sosial untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
"Perpusnas bisa mengajukan anggaran yang lebih besar minimal Rp1 triliun. Namun, harus dibarengi dengan deretan program yang kreatif dan inovatif," jelas Sofyan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (26/8/2020).
Suntikan motivasi juga datang dari anggota Komisi X yang lain, Andreas Hugo Pareira, yang meminta Perpusnas keluar dari zona nyaman dalam mengajukan anggaran. "Anggaran harus berani ditambahkan lebih besar karena Indonesia luas. Namun, tetap fokus pada keterjangkauan pelayanan bersifat nasional terutama di daerah," ujarnya.
Senada dengan Sofyan, Djohar Arifin pun menilai Perpusnas bisa meminta sebagian dari alokasi jatah pendidikan senilai 20% dari total APBN untuk kebutuhan pengembangan perpustakaan sekolah. "Paling tidak, Perpusnas bisa meminta Rp10 triliun dari alokasi APBN untuk pendidikan," terang Djohar.
Apalagi, kondisi perpustakaan sekolah juga masih sangat minim. Terkesan seadanya. Ini pula yang memantik Ledia Hanifa Amaliah untuk menyemangati Perpusnas untuk memperbaiki kondisi perpustakaan sekolah.
"Kondisi yang saya saksikan ketika berkunjung masih jauh dari ideal. Baik dari sisi sarana dan prasarana penunjang sampai koleksi yang dimiliki. Apalagi di tengah kondisi pandemi saat ini, sepertinya akan sulit mengharapkan literasi tumbuh dengan baik dengan kemampuan demikian," tambah Ledia.
Mendapat banyak dukungan, Kepala Perpusnas, Muhammad Syarif Bando, mengatakan akan segera menyiapkan argumentasi logis untuk penambahan anggaran. Terkait perencanaan program/kegiatan yang inovatif, Perpusnas akan menyesuaikan pada empat tingkatan literasi sesuai standar UNESCO, yakni (1) kemampuan mengumpulkan sumber-sumber bahan bacaan yang bermutu; (2) kemampuan memahami yang tersirat dari yang tersurat; (3) kemampuan menghasilkan ide-ide/gagasan/kreativitas dan inovasi baru; dan (4) kemampuan menciptakan barang/jasa yang bermanfaat bagi khalayak.
"Jika anggaran berhasil ditingkatkan, kami menggaransi mampu membantu menurunkan angka pengangguran melalui ketersediaan koleksi bahan bacaan yang bersifat ilmu-ilmu terapan (life skill) sehingga masyarakat bisa langsung aplikatif. Sudah banyak masyarakat yang berhasil memperbaiki taraf kesejahteraan hidupnya lewat program perpustakaan berbasis inklusi sosial," pungkas Syarif Bando.
Selain itu, Perpusnas dalam waktu dekat akan mempelajari bagaimana mekanisme pengajuan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari para BUMN/BUMD untuk pengembangan perpustakaan di daerah.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum