Untuk mengatasi kondisi ini, lanjut Fajriyah, manajemen Pertamina telah menjalankan strategi dari berbagai aspek, baik operasional maupun finansial, sehingga laba bersih beranjak naik sejak Mei sampai Juli 2020 dengan rata-rata sebesar US$350 juta setiap bulannya. Pencapaian positif ini akan terus mengurangi kerugian yang sebelumnya telah tercatat.
"Mulai Mei berlanjut Juli, dan ke depannya, kinerja makin membaik. Dengan laba bersih (unaudited) di Juli sebesar US$408 juta, maka kerugian dapat ditekan dan berkurang menjadi US$360 juta atau setara Rp5,3 triliun. Dengan memperhatikan tren yang ada, kami optimistis kinerja akan terus membaik sampai akhir 2020," ucap Fajriyah.
Selain itu, kinerja laba operasi dan EBITDA juga tetap positif sehingga secara kumulatif dari Januari sampai dengan Juli 2020 mencapai US$1,26 miliar dan EBITDA sebesar US$3,48 miliar.
Hal ini menunjukkan, secara operasional Pertamina tetap berjalan baik, termasuk komitmen untuk menjalankan penugasan dalam distribusi BBM dan LPG ke seluruh pelosok negeri serta menuntaskan proyek strategis nasional seperti pembangunan kilang.
"Tentu saja, perbaikan kinerja tidak semudah membalikkan tangan, perlu proses dan perlu waktu. Sekarang ini, sudah terlihat dengan kerja keras seluruh manajemen dan karyawan, kinerja Pertamina mulai pulih kembali," katanya.
Di sisi lain, Fajriyah juga menjelaskan upaya-upaya yang dilakukan Pertamina guna meningkatkan kinerja, di antaranya efisiensi belanja operasional (opex) dengan memotong anggaran hingga 30 persen, juga melakukan prioritasi belanja modal (capex) dengan selektif hingga bisa lebih efisien 23 persen.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Mochamad Rizky Fauzan
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: