Keempat, menurut dia, secara substansi sejumlah ketentuan dalam RUU itu masih memuat substansi yang bertentangan dengan politik hukum kebangsaan yang disepakati pasca-amendemen konstitusi.
Dia menjelaskan ketentuan-ketentuan yang ditolak dalam RUU Ciptaker adalah ancaman terhadap kedaulatan negara melalui pemberian kemudahan kepada pihak asing.
"Termasuk juga ancaman terhadap kedaulatan pangan kita RUU Cipta Kerja memuat substansi pengaturan yang berpotensi menimbulkan kerugian terhadap tenaga kerja atau buruh melalui perubahan beberapa ketentuan yang lebih menguntungkan pengusaha. Terutama pada pengaturan tentang kontrak kerja, upah dan pesangon," ujarnya.
Dia menilai RUU Ciptaker memuat pengaturan yang berpotensi menimbulkan kerusakan terhadap kelestarian lingkungan hidup misalnya dalam pasal 37 RUU Cipta Kerja terkait perubahan UU Kehutanan, ketentuan penyediaan luas minimum 30 persen untuk fungsi kawasan hutan dari Daerah Aliran Sungai (DAS) dihapus.
Menurut dia, RUU itu juga memberikan kewenangan yang sangat besar bagi pemerintah namun kewenangan tersebut tidak diimbangi dengan menciptakan sistem pengawasan dan pengendalian terhadap penegakan hukum administratifnya.
"Seyogianya apabila pemerintah bermaksud untuk mempermudah perizinan maka sistem pengenaan sanksinya harus lebih ketat dengan mengembangkan sistem peradilan administrasi yang modern," ujarnya.
Baleg DPR RI menggelar rapat kerja bersama pemerintah dan DPD RI pada Sabtu malam dengan agenda pengambilan keputusan Tingkat I terkait RUU Ciptaker.
Dalam Raker tersebut, tujuh fraksi menyatakan setuju RUU Ciptaker dibawa dalam pengambilan keputusan Tingkat II dalam Rapat Paripurna untuk disetujui menjadi UU, dan dua fraksi menolak yaitu Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: