Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dari BPDPKS, Ini Program-program Kemitraan untuk Pemberdayaan Petani Sawit

Dari BPDPKS, Ini Program-program Kemitraan untuk Pemberdayaan Petani Sawit Buruh kerja memanen kelapa sawit di perkebunan kawasan Cimulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (10/9/2019). Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia menyatakan produksi minyak sawit Indonesia diperkirakan mencapai 46,6 juta ton pada 2020. | Kredit Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Warta Ekonomi, Jakarta -

Meskipun 92 persen dari total perkebunan sawit rakyat di Indonesia dikuasai dan dikelola oleh petani swadaya, namun program kemitraan antara petani dengan perusahaan tetap dibutuhkan dengan syarat harus menguntungkan kedua belah pihak.

Kemitraan ini tidak hanya berfungsi untuk menghadapi tantangan dalam mengelola kebun sawit berkelanjutan sesuai dengan tuntutan pasar global bagi petani, tetapi juga meningkatkan kompetisi petani secara ekonomi.

Sebagai BLU yang bertanggung jawab terhadap perkembangan industri perkebunan kelapa sawit, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) turut mendukung kemitraan di sektor sawit. Tidak hanya itu, BPDPKS juga semakin gencar mendukung pemberdayaan petani sawit mencakup segmen usaha mikro, program peremajaan sawit rakyat, serta sarana prasarana.

Baca Juga: Wah Mantap! Seniman Bosnia Ciptakan Inovasi dari Limbah Sawit

Plt Direktur Kemitraan BPDPKS, Muhammad Ferian mengutarakan, "kemitraan masih diperlukan, tetapi kemitraan tidak lagi hubungan anak dengan bapak antara petani sawit dan perusahaan, melainkan sebagai dua institusi yang merdeka. Setelah merdeka baru bermitra. Jadi bermitra yang sehat, kedua pihak akan diuntungkan."

Selanjutnya, Ferian menjelaskan bahwa hal mendasar yang menyebabkan petani tidak merdeka yakni masih ditemukannya petani-petani sawit yang belum tergabung ke dalam suatu lembaga (kelompok tani atau koperasi).

"Selain itu, petani dengan pabrik kelapa sawit (PKS) terpaut jarak karena ada pengepul. Petani sangat tergantung pada agen pembeli. Sebagai contoh, petani tidak memiliki biaya untuk semisal bayar sekolah. Lalu, mereka meminjam pada agen. Kondisi tersebut membuat petani tidak merdeka. Dan, petani tidak bisa akses ke pasar," jelas Ferian.

Terkait hubungan petani dengan PKS tersebut, berdasarkan data BPDPKS, diketahui bahwa petani menghadapi inefisiensi supply chain yang meliputi petani swadaya–koperasi/kelompok tani–agen kecil–agen besar–pemegang DO–PKS.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: