Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Punya Peran Signifikan, Ini Tantangan Dapen BUMN Ke Depan

Punya Peran Signifikan, Ini Tantangan Dapen BUMN Ke Depan Kredit Foto: Taufan Sukma
Warta Ekonomi, Jakarta -

Lembaga Dana Pensiun (Dapen) yang didirikan oleh perusahaan BUMN memiliki peran yang signifikan dalam geliat perekonomian nasional. Data terakhir menunjukkan, dana pensiun BUMN tercatat mencapai Rp149 triliun atau 52 persen dari total dana pensiun di Indonesia yang senilai Rp 289 triliun. Dana sebesar itu, sekitar 68 persen atau Rp 101 triliun merupakan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) Manfaat Pasti (MP). Namun, sekitar 67 persen DPPK MP BUMN memiliki rasio kecukupan dana (RKD) di bawah 100 persen. Padahal sebagaimana diketahui, RKD merupakan salah satu tolok ukur penting dalam menilai tingkat kesehatan DPPK MP.

 

Sebagai informasi, RKD merupakan rasio kekayaan Dana Pensiun dibagi dengan kewajiban Dana Pensiun. Jika RKD mencapai 100 persen atau lebih, pendanaan Dana Pensiun dalam keadaan dana terpenuhi (fully funded). Sedangkan jika RKD berada di bawah 100 persen, maka pendanaan Dana Pensiun disebut dalam keadaan dana tidak terpenuhi (unfunded). Sementara selisih kurang antara kekayaan Dana Pensiun dengan kewajibannya disebut kekurangan pendanaan (defisit). Adapun total defisit DPPK MP BUMN cenderung membesar. Sementara itu, terjadi pula penambahan jumlah DPPK MP BUMN yang masuk dalam kategori Dana Pensiun dengan RKD di bawah 100 persen.

Menanggapi hal tersebut, Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Budi Frensidy mengatakan, rasio kecukupan dana DPPK MP BUMN yang berada di bawah 100 persen disebabkan oleh pertumbuhan gaji yang lebih besar dari asumsi dan return yang lebih rendah dari target bujet. “Jadi, dapen yang tadinya fully funded bisa berubah dalam satu tahun atau beberapa waktu kedepan menjadi unfunded,” ujar Budi, dalam keterangan resmi, Kamis (15/10). Untuk mengatasi RKD di bawah 100 persen tersebut, maka perlu ada injeksi atau setoran tambahan agar kekurangan tersebut bisa tertutupi.

Sementara itu, mengenai investasi dana pensiun BUMN, Budi mengatakan bahwa harus lebih likuid. Beberapa instrumen di pasar finansial bisa menjadi pilihan, dengan catatan memiliki risiko kecil seperti SBN, fixed income, SUN, SBSN, ORI, dan obligasi korporasi berperingkat AAA. Selain itu, dana pensiun bisa ditempatkan di pasar uang, seperti deposito. “Untuk investasi jangka pendek, tidak wise apabila ditaruh di saham, apalagi properti,” tutur Budi.

Diperkirakan lebih dari 80 persen DPPK BUMN memiliki portofolio investasi dalam bentuk penyertaan langsung dan tanah atau bangunan. Padahal, investasi tersebut tergolong kurang likuid sehingga cenderung kurang optimal. Hal tersebut dikhawatirkan dapat berdampak terhadap likuiditas dana pensiun. Belum lagi, masalah pengawasan yang belum optimal dan tata kelola yang kurang prudent. Sebab itu, dibutuhkan semacam arahan investasi untuk DPPK MP BUMN agar penempatan investasi dana pensiun lebih aman dan pengawasan lebih optimal.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Taufan Sukma
Editor: Taufan Sukma

Bagikan Artikel: