Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Unjuk Rasa di Thailand Dibalas Meriam Air, Pimpinan Aksi Protes

Unjuk Rasa di Thailand Dibalas Meriam Air, Pimpinan Aksi Protes Seorang petugas polisi mengangkat tangan ketika terjadi bentrokan antara pendemo pro demokrasi dengan pendukung raja ditengah aksi protes masal anti pemerintah Thailand, saat peringatan 47 tahun pemberontakan mahasiswa di tahun 1973, di Bangkok, Thailand, Rabu (14/10/2020). | Kredit Foto: Antara/REUTERS/Jorge Silva
Warta Ekonomi, Jakarta -

Negeri Gajah Putih, Thailand, dilaporkan tengah diterpa gelombang aksi unjuk rasa. Puluhan ribu orang turun ke jalan dalam aksi unjuk rasa yang diselenggarakan di seluruh Bangkok dan kota-kota Thailand lainnya, guna menentang tindakan keras pemerintah, menyusul aksi selama tiga bulan yang ditujukan pada Perdana Menteri Thailand, dan monarki.

Dikutip dari The Guardian, banyak peserta aksi unjuk rasa yang mengatakan bahwa aksinya pada Sabtu, 17 Oktober 2020 dihalau oleh meriam air yang digunakan pihak Kepolisian guna membubarkan ribuan massa yang terdiri dari anak muda, termasuk anak-anak.

Baca Juga: Didemo Ribuan Orang, PM Thailand Gak Mau Mundur Juga karena...

Upaya pihak Kepolisian menggagalkan pengunjuk rasa yang menyuarakan aspirasinya itu dilakukan dengan menutup jaringan transportasi umum di Bangkok.

Namun demikian, dilaporkan bahwa hal tersebut menjadi bumerang lantaran menyebabkan serangkaian protes di seluruh kota utama, dan beberapa aksi unjuk rasa kecil lainnya, lantaran Setidaknya terdapat enam kota di luar bangkok yang menjalankan aksi unjuk rasa.

Pihak Kepolisian dilaporkan langsung turun tangan, dan aksi unjuk rasa itu pun bubar setelah beberapa jam.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, pihak kepolisian menggunakan meriam air untuk menghalau massa pada hari Jumat, 16 Oktober 2020.

Selain itu, menutup sebagian besar sistem transportasi kota pada Sabtu, 17 Oktober 2020 guna menggagalkan aksi pengunjuk rasa, kendati demikian mereka berkumpul di mana mereka bisa.

Protes telah menarik puluhan ribu orang turun ke jalan guna menuntut pencopotan perdana menteri, Prayuth Chan-ocha.

Selain itu, mereka juga secara terbuka mengkritik Raja Maha Vajiralongkorn, meskipun terdapat hukum lese-majesty yang bila menfhina monarki maka bisa berarti 15 tahun penjara.

Sebelumnya, pada Kamis, 15 Oktober 2020 pemerintah setempat melarang semua pertemuan politik yang terdiri dari lima orang atau lebih.

Diketahui, pihak Kepolisian telah menangkap lebih dari 50 orang, termasuk beberapa pemimpin protes, dalam seminggu terakhir.

Seorang juru bicara pihak Kepolisian Yingyos Thepjamnong mengatakan bahwa ada atau tidaknya kekerasan, semua pertemuan dilarang lantaran ilegal.

"Ada kekerasan atau tidak, semua pertemuan ilegal," katanya.

Para pengunjuk rasa menilai bahwa Prayuth merekayasa pemilu tahun lalu untuk mempertahankan kekuasaan yang direbutnya dalam kudeta 2014, sebuah tuduhan yang dia bantah.

Mereka mengatakan monarki telah membantu melanggengkan pengaruh politik militer selama bertahun-tahun dan berupaya mengekang kekuasaannya.

Sementara itu, setelah dibebaskan dengan jaminan, setelah diamankan pada Jumat, 16 Oktober 2020, pemimpin protes Tattep Ruangprapaikitseree mengutuk keras tindakan represif pada para pengunjuk rasa.

“Saya mengutuk mereka yang menindak para pengunjuk rasa dan mereka yang memerintahkannya. Tangan Anda semua berdarah," katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: