Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Peneliti PPKS: RED II Uni Eropa Merendahkan Sawit Indonesia Cs, Lawan!

Peneliti PPKS: RED II Uni Eropa Merendahkan Sawit Indonesia Cs, Lawan! Pekerja menimbang tandan buah segar (TBS) kelapa sawit usai dipanen di Tebo Ilir, Tebo, Jambi, Selasa (22/9/2020). Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat nilai ekspor minyak sawit dan turunannya pada Juli 2020 meningkat 15 persen atau mengalami kenaikan sebesar 244 juta dolar AS, menjadi 1,86 miliar dolar AS dibandingkan bulan sebelumnya. | Kredit Foto: Antara/Wahdi Septiawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sejak kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) diberlakukan Uni Eropa, black campaign terhadap sektor industri perkebunan kelapa sawit semakin beragam.

Kebijakan yang mencanangkan minyak kelapa sawit sebagai feedstock biodiesel UE atas dasar menurunkan emisi dan deforestasi global tidak dapat diterima dan merupakan crop apartheid.

Peneliti Utama Pengolahan Hasil dan Mutu Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Donald Siahaan mengatakan, "seperti kebijakan apartheid masa lalu yang menganggap bangsa kulit berwarna statusnya lebih rendah dari kulit putih, demikian juga kebijakan ini menganggap sawit yang diproduksi Indonesia, Malaysia, dan beberapa negara lainnya dianggap sebagai komoditas rendahan yang tidak boleh digunakan untuk biodiesel di sana. Kita sebagai penghasil minyak sawit terbesar harus melawan."

Baca Juga: Pecah Telur! Kelompok Sawit Swadaya Ini Dapat Sertifikat RSPO

Kebijakan UE ini harus dilawan dengan cara benar dan dasar yang kuat. Hal ini bukan hanya persoalan teknis dan lingkungan, tetapi persaingan dagang antara minyak sawit Indonesia dan Malaysia melawan rapeseed oil yang diproduksi UE.

Indonesia sudah sangat serius merespons hal ini dengan menggugat kebijakan UE tersebut ke forum WTO. Tidak hanya itu, Kementerian Perdagangan RI juga mengadakan pertemuan berkala dengan berbagai pihak untuk membawa data yang diperlukan dalam gugatan ini.

Jika melihat data, UE memang bukan merupakan pasar skala kecil. Sepanjang 2019, UE tercatat menjadi negara kedua terbesar pengimpor CPO dan produk turunannya dari Indonesia dengan volume mencapai 5,74 juta ton.

Nilai impor biodiesel Indonesia tahun 2014–2017 sekitar US$10,4–US$26,8 juta (atau sekitar Rp152,88 miliar–Rp393,96 miliar) dengan share sekitar 0,16–0,32 persen. Namun, angka tersebut melonjak drastis pada 2018 menjadi US$631,3 juta (atau sekitar Rp9,28 triliun) dengan share 5,33 persen. Sekitar 40 persen dari impor minyak sawit tersebut digunakan UE untuk sumber energi (biofuel).

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: