Direktur Lembaga Survei Charta Politika, Yunarto Wijaya menyatakan, tingginya elektabilitas Ganjar akan menjadi dilema bagi PDIP. Tapi, kejadian ini bukan yang pertama. Pada 2014 sudah terjadi. Ketika itu, elektabilitas Mega kalah dibandingkan Jokowi. "Bukan dengan anaknya, atau keluarganya," ucap pria yang akrab disapa Toto ini, tadi malam.
Saat itu, Mega mengalah. Alasannya, mempertimbangkan elektabilitas dan masa depan partai. Toto memandang, Mega mendudukkan dirinya sebagai pemersatu partai. Selain itu, ada faktor elektoral yang harus dihitung sebagai pertimbangan utama menjadi capres.
Apakah Mega akan melakukan hal yang sama? "Bukan sebuah dilema yang besar. Apakah mengulangi hal yang sama seperti 2014, tentunya masih terlalu panjang. Dulu pun penentuannya di saat-saat injury time. Sementara, sekarang masih ada 4 tahun lagi," ulas Toto.
Selama ini, banyak pihak yang menyebut bahwa Puan adalah anak emas PDIP. Putri bungsu Megawati itu dianggap akan didorong PDIP untuk Pilpres 2024. Namun, Toto menyebut, itu hanya asumsi. Layaknya isu bahwa Mega maju di Pilpres 2014.
Hanya saja, saran Toto, baik Mega maupun Hasto harus belajar dari pengalamannya merasakan dinamika politik di Tanah Air. Misalnya, berhitung secara elektoral untuk memenangi pesta demokrasi lima tahunan. Khusus untuk Mega, tidak lagi berbicara keluarga dan ambisi pribadi. Harus beradaptasi dengan arus besar pemilih saat ini.
Selain itu, Toto juga menyebut ada tantangan yang harus dihadapi Ganjar. Seperti, mendapat kepercayaan Mega untuk meneruskan nilai-nilai yang dipercaya. Di antaranya, ideologi, nasionalis, Soekarnois, termasuk menjalin kerja sama yang baik dengannya. Ganjar harus bisa seperti Jokowi, yang bisa beradaptasi dan berkompromi dengan gaya kepemimpinan Jawanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil