Penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) beroktan (RON) rendah di masyarakat patut mendapat perhatian lebih karena dinilai membawa berbagai dampak buruk. Tak hanya terkait pencemaran udara yang berimplikasi pada gangguan kesehatan, penggunaan BBM dengan oktan rendah juga diyakini memicu penurunan tingkat kecerdasan pada manusia. “Dampak buruknya banyak sekali,” ujar Manajer Kampanye Perkotaan Dan Energi Walhi Nasional, Dwi Sawung, dalam keterangan resminya, Sabtu (31/10).
Yang pertama dan paling sederhana, menurut Dwi, dengan oktan rendah maka proses pembakaran dalam ruang bakar di mesin kendaraan menjadi tidak sempurna sehingga meningkatkan jumlah emisi yang ditimbulkan. Karenanya, penggunaan BBM oktan rendah juga bakal berdampak buruk pada kesehatan masyarakat. Misalnya saja menimbulkan gangguan paru-paru dan organ pernapasan lainnya. “Terutama pada kelompok masyarakat rentan, seperti orang tua dan anak-anak. Dampak ini banyak ditemui di kawasan perkotaan. Para pejalan kaki di sekitar juga bisa ikut terpapar,” tutur Dwi.
Tak hanya pejalan kaki yang menghirup udara yang tercemar secara langsung, para pengguna mobil pribadi ber-AC dengan kaca tertutup sekalipun dikatakan Dwi juga tak luput dari kondisi polusi yang terjadi di jalanan. Hal ini lantaran ada sejumlah partikel tertentu di udara yang terkena polusi yang masih tetap bisa masuk ke dalam kendaraan meski kaca jendela dalam kondisi tertutup. “Belum lagi dalam hal ekonomi. Penurunan kualitas udara dan gangguan kesehatan di masyarakat, lalu risiko penurunan kecerdasan pada anak-anak, jelas memiliki kompensasi biaya yang sangat mahal,” papar Dwi.
Dampak buruk tersebut tak bisa dihindari, lantaran sektor transportasi faktanya masih menjadi penyumbang cukup signifikan terhadap tingkat polusi udara. Sekitar 40 persen dari total emisi yang dihasilkan merupakan kontribusi dari sektor transportasi. Dengan penggunaan BBM beroktan rendah, sulfur dan hidrokarbon yang ada di udara juga jadi jauh lebih banyak dan turut membuat tingkat polusi makin tinggi. “Dengan melihat kondisi tersebut, maka peralihan dari penggunaan BBM oktan rendah ke oktan yang lebih tinggi mau tidak mau harus segera diimplementasikan. Karena faktanya kita sudah sangat terlambat. Aturannya saja sudah dibuat tahun lalu, namun penegakan aturannya di lapangan masih sangat lemah dan bahkan relative tidak ada,” tegas Dwi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Taufan Sukma
Editor: Taufan Sukma
Tag Terkait: