Jika Pemilu Digugat, AS Mesti Punya Presiden Sebelum 20 Januari
Proses Pemilu Amerika Serikat (AS) memang telah rampung, dan tengah dilakukan perhitungan. Namun, perolehan suara yang tipis membuat kedua calon yakin mampu menjadi Presiden AS.
Bahkan salah satu calon presiden, Donald Trump, mengatakan akan menghentikan proses penghitungan suara lewat surat, lantaran menemukan indikasi kecurangan. Meski demikian, Matthew Weil, director of the Bipartisan Policy Research Center's elections project menilai hal itu sulit dilakukan.
Baca Juga: Bodo Amat Sama Pertarungan Biden vs Trump, Investor Geruduk Pasar Modal Indonesia
"Mahkamah Agung tidak memiliki kekuatan khusus untuk menghentikan proses penghitungan hukum," katanya seperti dilansir dari BBC.
Profesor di Columbia University Law School, Richard Briffault, juga mengatakan bahwa perselisihan surat suara di negara bagian bisa disengketakan, tetapi mereka tetap harus memiliki kasus yang menimbulkan masalah konstitusional, agar diterima Mahkamah Agung.
"Tidak ada proses standar untuk membawa sengketa pemilu ke Mahkamah Agung. Ini sangat tidak biasa dan harus melibatkan masalah yang sangat signifikan," katanya.
Jika hasil pemilu ditantang, diperlukan tim hukum untuk menggugat hasil tersebut di pengadilan negara bagian. Hakim negara kemudian perlu melihat apakah diperlukan penghitungan ulang, dan hakim Mahkamah Agung kemudian dapat diminta untuk membatalkan putusan suara masuk.
Di beberapa tempat, penghitungan ulang secara otomatis dipicu jika marginnya cukup dekat. Hal ini yang terjadi di Florida pada pemilihan presiden tahun 2000 antara George W Bush dan Al Gore.
Tapi, karena ini adalah pemilihan presiden, ada tenggat waktu federal dan konstitusional utama untuk melanjutkan:
Negara bagian memiliki waktu sekira lima minggu sejak 3 November untuk menentukan kandidat mana yang memenangkan pemilihan presiden. Tenggat waktu ini kemudian disebut "safe harbour" sampai 8 Desember.
Jika negara bagian belum juga dapat menetapkan hasilnya, ingat presiden dipilih oleh electoral college dan bukan popular vote. Kongres dapat memutuskan ada pemilih tidak akan dihitung dalam penghitungan akhir.
Pada 14 Desember, para pemilih bertemu di negara bagian masing-masing untuk memberikan suara.
Jika masih belum memiliki pemenang mayoritas setelah 6 Januari, maka Kongres memutuskan hasil dalam apa yang disebut pemilihan kontingen.
Dewan Perwakilan Rakyat akan memilih presiden sementara Senat mengonfirmasi wakil presiden. Ya, ini artinya presiden dan wakil presiden dari partai yang berbeda.
Setiap delegasi negara bagian DPR mendapat satu suara. Siapa pun yang memenangkan 26 delegasi adalah presiden AS yang baru.
Tapi Weil mengatakan bahwa kesalahan harus fatal untuk mendapatkan situasi ini. "Bukan hanya beberapa negara bagian harus diperebutkan," katanya.
"Kami bisa saja mengalami beberapa ketidaksepakatan di negara bagian dan masih memiliki satu kandidat yang mendapatkan 270 suara electoral college," jelas dia.
Meski begitu, Konstitusi harus menyatakan presiden baru pada 20 Januari.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: