Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ahli Hukum: Konsesi Tidak Bisa Dilakukan Tanpa Izin Pemilik Lahan

Ahli Hukum: Konsesi Tidak Bisa Dilakukan Tanpa Izin Pemilik Lahan Kredit Foto: Yosi Winosa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kisruh terkait pengelolaan kawasan Pelabuhan Marunda terus bergulir. PT Karya Citra Nusantara (KCN) diketahui telah menggandeng PT Karya Teknik Utama (KTU) untuk perjanjian kerjasama KSOP V Marunda dengan durasi hingga 70 tahun ke depan. Kerjasama tersebut dinilai telah melanggar hukum lantaran tanpa persetujuan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) selaku induk usaha KCN sekaligus pemilik lahan yang dikerjasamakan. “Lahan itu milik negara, sehingga konsesinya harus seijin negara selaku pemilik lahan, yang diwakili oleh BUMN, yang dalam hal ini adalah KBN. KCN tidak boleh melakukan perjanjian konsesi lahan dengan pihak lain tanpa ada ijin dari KBN. Itu tegas ada aturannya. KBN harus menghentikan tindakan KCN agar tidak menimbulkan kerugian negara,” ujar ahli hukum tata negara, DR Margarito S.H. Kamis, kepada media, Minggu (8/11).

Sebelumnya, pihak KBN melalui Sekretaris Perusahaannya, DR G.A Gunadi S.H., M.H., telah menyatakan bahwa pihak KCN telah menggunakan aset KBN (dengan melakukan konsesi) tanpa alas hukum dan tanpa ijin persetujuan dari Menteri BUMN, Gubernur Prov. DKI Jakarta, dan tanpa perubahan Kepres 11 tahun 1992 yang mengatur Penunjukan Dan Penetapan Wilayah Usaha PT KBN. Sebagai pemilik lahan, Gunadi memastikan pihak KBN tidak pernah memberikan ijin bagi KCN selaku anak usaha untuk melakukan kerjasama konsensi dengan pihak lain. Bahkan, Gunadi juga menyebut bahwa sejak 2015 hingga 2019 pihak KCN belum pernah mengadakan RUPS Pertanggungjawaban keuangan dan pengelolaan perusahaan. Selain itu, KCN juga tidak membuat RKAP sejak tahun 2016 hingga tahun 2020 ini. “Sehingga bisa disimpulkan bahwa selama ini tidak ada penyelenggaraan RUPS pengesahaan RKAP untuk KCN. Artinya, tidak ada persetujuan apa pun dari KBN sebagai pemegang saham atas tindakan yang dilakukan oleh direksi KCN,” ujar Gunadi.

Tak hanya itu, pihak KBN juga menilai bahwa kerjasama dengan KSOP V Marunda menyalahi aturanPermenhub RI Nomor PM 15 Tahun 2015 tentang Konsesi dan Berntuk Kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha Pelabuhan (BUP). Jelas tertera pada Pasal 29 ayat 2 bahwa dalam hal penugasan/penunjukan BUP maka harus memenuhi ketentuan, lahan dimiliki oleh BUP. Pasal 29 ayat 3 menjelaskan, yang dimaksud lahan yang dimiliki adalah lahan yang nyata-nyata dimiliki dan dikuasai oleh BUP. Selain itu, Pasal 29 ayat 4 juga menjelaskan bahwa lahan diserahkan haknya kepada penyelenggara Pelabuhan sebagai HPL sebelum perjanjian konsesi ditandatangani. "Namun pada kenyataannya lahan tersebut belum memiliki sertifikat atas tanah sebagai bukti kepemilikan atas tanah, namun telah terbit perjanjian konsesi. Keppres 11 tahun 1992, PT KBN selaku BUMN memiliki mekanisme sesuai peraturan bila akan menyerahkan aset," tutur Gunadi.

Menjawab kisruh tersebut, Margarito menyatakan bahwa KBN dapat memintakan ke pengadilan untuk membatalkan perjanjian yang telah dibuat oleh anak usaha dengan mitra usahanya itu. KBN disebut Margarito perlu melaporkan masalah ini kepada DPR yang membawahi untuk mendapatkan dukungan secara politik. Dengan begitu, KBN telah sekaligus menempuh dua jalur, yaitu pendekatan hukum dan juga politik. “Seharusnya KBN sebagai BUMN justru didukung. Dan bukan sebaliknya, swastayang mendapatkan keistimewaan. Ini perlu dipertanyakan, kenapa kasus ini sampai berlarut-larut. Pemerintah dan DPR harus hadir dan mendukung KBN agar tidak berpotensi merugikan Negara,” tegas Margarito.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Taufan Sukma
Editor: Taufan Sukma

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: