Devaluasi adalah kebijakan moneter yang diambil oleh pemerintah untuk melakukan penurunan nilai mata uang dalam negeri. Khususnya pada mata uang asing yang sangat berpengaruh dalam perdagangan internasional.
Tujuan devaluasi adalah untuk membuat stabil nilai mata uang dalam negeri dan menjaga nilai ekspor-impor serta menjaga nilai devisa negara.
Baca Juga: Apa Itu Depresiasi?
Devaluasi seringkali disalahartikan sebagai depresiasi atau kebalikan dari revaluasi, yang mengacu pada penyesuaian kembali nilai tukar mata uang. Salah satu alasan suatu negara dapat mendevaluasi mata uangnya adalah untuk memerangi ketidakseimbangan perdagangan.
Devaluasi dapat mengurangi biaya ekspor suatu negara, menjadikannya lebih kompetitif di pasar global yang dapat meningkatkan biaya impor. Hal ini dapat menyebabkan konsumen domestik cenderung tidak membeli produk ekspor dan memperkuat bisnis domestik.
Karena ekspor meningkat dan impor menurun, hal ini mendukung neraca pembayaran yang lebih baik dengan menyusutkan defisit perdagangan. Artinya, negara yang mendevaluasi mata uangnya dapat mengurangi defisit karena permintaan yang kuat untuk ekspor yang lebih murah.
Sebagaimana pada tahun 2010, Menteri Keuangan Brasil Guido Mantega memperingatkan dunia akan potensi perang mata uang. Dia menggunakan istilah tersebut untuk menggambarkan konflik antar negara seperti China dan AS terkait penilaian yuan.
Meskipun devaluasi mata uang menjadi pilihan yang menarik, hal itu dapat menimbulkan konsekuensi negatif. Peningkatan harga impor untuk melindungi industri dalam negeri dapat mungkin menjadi kurang efisien tanpa tekanan persaingan.
Ekspor yang lebih tinggi dibandingkan impor juga dapat meningkatkan permintaan agregat yang dapat menyebabkan produk domestik bruto dan inflasi yang lebih tinggi. Inflasi bisa terjadi karena impor lebih mahal dari sebelumnya.
Baca Juga: Apa Itu Deposito Berjangka?
Contohnya, negara China telah dituduh mempraktikkan devaluasi mata uang secara diam-diam. Mereka dituduh untuk menjadikan negaranya kekuatan dominan di pasar perdagangan. Bahkan, China dituduh melakukan devaluasi mata uang setelah pemilihan presiden 2016 dan untuk bekerja sama dengan Amerika Serikat.
Namun, setelah menjabat, Presiden AS Donald Trump serangkaian perang perdagangan dengan China pun kian terjadi. Hal ini menempatkan China pada posisi untuk mempertimbangkan alternatif yang lebih agresif untuk melanjutkan perdagangan dengan AS.
Devaluasi sendiri dapat disebabkan oleh kegiatan impor yang tinggi, kegiatan ekspor yang hanya pada bahan pangan dan biota kelautan serta tingginya angka pengangguran. Sehingga devaluasi memiliki tujuan sebagai berikut:
- Menguatkan perekonomian dalam negeri dengan menggunakan produk lokal sehingga dapat bersaing di dalam dan di luar negeri.
- Setelah produk dalam negeri mempunyai kualitas, tujuan selanjutnya adalah untuk mengekspor produk lokal agar pendapatan negara bertambah.
- Tercapainya kesetimbangan balance of payment, sehingga kurs mata uang asing menjadi relatif stabil
Devaluasi di Indonesia
Sepanjang sejarah di Indonesia, devaluasi mata uang rupiah terjadi sebanyak empat kali pada masa pemerintah Presiden Soeharto (Orde Baru). Berikut ulasannya:
21 Agustus 1971
Masa pemerintahan Presiden Soeharto (Orde Baru) melalui Menkeu Ali Wardhana. Amerika Serikat pada 15 Agustus 1971 menghentikan pertukaran dolar dengan emas. Presiden Richard Nixon cemas dengan terkurasnya cadangan emas AS jika dolar terus dibolehkan untuk ditukar emas, sementara itu nilai USD34 sudah bisa membeli 1 ons emas. Sehingga, Presiden Soeharto tak bisa mengelak dari dampak gebrakan Nixon dan Indonesia dan mendevaluasi Rupiah pada 21 Agustus 1971 dari Rp378 menjadi Rp415 per 1 dolar AS.
15 November 1978
Devaluasi kedua terjadi pada 15 November 1978 di masa pemerintahan Orde Baru. Meski pada saat itu Indonesia mendapati kenaikan harga minyak akibat Perang Arab-Israel 1973, tetapi Pertamina justru nyaris bangkrut dengan utang USD10 miliar dan Ibnu Sutowo mengundurkan diri sebagai Direktur Utama pada 1976. Devaluasi kedua pun dilakukan oleh Presiden Soeharto pada 15 November 1978 dari Rp415 menjadi Rp625 per 1 dolar AS.
30 Maret 1983
Selanjutnya devaluasi ketiga terjadi pada masa Pemerintahan Presiden Soeharto melalui Menkeu Radius Prawiro. Pada saat itu Menkeu Radius Prawiro mendevaluasi rupiah 48%, hampir sama dengan menggunting nilai separuh. Kurs 1 dolar AS naik dari Rp702,50 menjadi Rp970.
12 September 1986
Selanjutnya, pada masa Pemerintahan Presiden Soeharto melalui Menkeu Radius Prawiro. Pada 12 September 1986 Radius Prawiro kembali mendevaluasi rupiah sebesar 47%, dari Rp1.134,00 ke Rp1.664,00 per 1 dolar AS.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami
Tag Terkait: