PT Multimas Nabati Asahan, anak perusahaan Wilmar International bekerja sama dengan pemerintah dan mitranya, mengadakan worskhop virtual bertema "Perlindungan terhadap Leuser melalui Kebijakan NDPE" yang ditujukan bagi pemasoknya di wilayah Leuser.
Acara yang diikuti 26 pemasok yang beroperasi dalam jarak 50 km dari Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) di Sumatera Utara tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa semua pemasok Wilmar di sekitar kawasan lindung tersebut dapat menerapkan dan mempraktikkan komitmen Nol Deforestasi, Nol Gambut, Nol Eksploitasi (NDPE) Wilmar.
Baca Juga: Tantangan Industri Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia
Berdasarkan survei tahun 2020 oleh Forum Konservasi Leuser (FKL), KEL merupakan kawasan lindung seluas 2,6 juta hektare dan menjadi habitat terbesar bagi 21 spesies mamalia, 65 spesies burung, dan 109 spesies tumbuhan berkayu di Sumatera. KEL juga merupakan satu-satunya tempat di dunia di mana terdapat populasi orang utan, badak, gajah, dan harimau hidup yang berdampingan di alam liar.
Namun, KEL telah menjadi sorotan dunia karena isu perambahan dari ekspansi perkebunan kelapa sawit yang membutuhkan tindakan segera dan berkelanjutan. Terkait hal tersebut, Wilmar telah mengembangkan Alat Pelaporan Pemasok Leuser (Leuser Supplier Reporting Tool) untuk membantu dan menyelaraskan praktik bisnis pemasok dengan komitmen NDPE. Materi penilaian disusun dalam bentuk kuesioner yang mencakup kebijakan keberlanjutan dan kemampu-telusuran rantai pasok (traceability).
Head of Sustainability Wilmar untuk Indonesia, Pujuh Kurniawan, mengatakan, "Kami berkomitmen untuk bertransformasi di tingkat rantai pasokan, terutama di Kawasan Ekosisterm Leuser melalui Pendekatan Proaktif Pemasok (Supplier Proactive Approach), seperti Penilaian Mandiri Pemasok (Supplier Self-Assessment) dan Workshop Pemasok Wilmar."
Perwakilan Dewan Pembina FKL, Rudi Putra, menyatakan bahwa beberapa upaya dapat dilakukan untuk menjaga KEL, yaitu dengan menerapkan NDPE, menetapkan dan menjaga high conservation value (HCV) dan high carbon stock (HCS) untuk tujuan konservasi, serta perkebunan yang bertanggung jawab sosial.
"Bagi industri kelapa sawit, menjaga KEL dapat ditempuh dengan memastikan rantai pasok kelapa sawit tidak berasal dari kawasan hutan, pelaku deforestasi, dan terlibat konflik sosial. Industri dapat berkontribusi dengan menerapkan pengolahan yang tidak mencemari lingkungan," ungkap Rudi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: