Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mengupas Kisah Perjuangan Tobatnya Eks Milisi Sadis Al-Shabab

Mengupas Kisah Perjuangan Tobatnya Eks Milisi Sadis Al-Shabab Kredit Foto: Somali Jacel

Ibrahim, yang bergabung dengan al-Shabab selama tiga tahun, memerlukan waktu dua bulan untuk membuat keputusan membelot.

Ia menuturkan tidak akan pernah pulang ke kampungnya dan akan menghabiskan sisa hidupnya dengan berbaur di kota besar Mogadishu. Jika tidak, al-Shabab akan mencari dan membunuhnya.

Ketiga pria ini berakhir di pusat rehabilitasi yang diberi nama Serendi di ibu kota, Mogadishu. Ancaman terhadap keselamatan mereka begitu serius sehingga ketika saya berkunjung, terdapat 80 penjaga bagi 84 pembelot.

Pusat ini tidak menerima anggota senior al-Shabab; terdapat program lain yang khusus disediakan bagi pembelot tingkat tinggi,

Serendi disediakan bagi anggota kelas bawah -prajurit, pengangkat barang, tenaga mekanik dan sejenisnya.

Sebelum diterima, mereka menjalani skrining yang dilakukan Badan Intelijen dan Keamanan Nasional untuk memastikan mereka benar-benar telah melepaskan diri dari kelompok itu dan menolak ideologinya.

Namun seorang wartawan di Mogadishu mengatakan beberapa anggota aktif al-Shabab berhasil lolos dari penyaringan dan menyebarkan pesan dari pusat rehabilitasi ke al-Shabab.

Tujuan pendirian Serendi adalah untuk merehabilitasi pembelot dari sisi mental, fisik, dan spiritual, dan memberikan keterampilan sehingga mereka pelan-pelan dapat kembali ke masyarakat, baik di kampung asal atau tempat lain.

"Saya mengemukan truk pickup bersenjata, yang kami namai `Volvo`, ketika saya bergabung dengan al-Shabab. Tidak ada yang saya takutkan," kata Moulid.

"Ketika saya tiba di Serendi, para mandornya tahu saya punya bakat mengemudi. Saya bekerja sebagai instruktur mengemudi di pusat pelatihan, melatih pembelot-pembelot lain untuk mengemudi. Sekarang saya bekerja sebagai pengemudi bus sekolah. Suatu hari saya ingin mendirikan usaha transportasi saya sendiri."

Ahmed mencari uang dengan jual beli tanah.

Ibrahim menceritakan bagaimana ia sebelumnya berlatih menjadi pemangkas rambut di Serendi dan tak lama kemudian menunjukkan kemahirannya sehingga ia mulai mengumpulkan uang di pusat rehabilitasi dari upah memangkas rambut para pembelot lain dan petugas keamanan.

Ia sekarang mempunyai usaha pangkas rambut di Mogadishu dan mempekerjakan tiga karyawan.

"Penghasilan saya cukup untuk menghidupi dua istri dan delapan anak," kata Ibrahim seraya menambahkan mereka semua sudah diboyong ke kota untuk tinggal bersamanya.

_115582766_976xbarbershop.jpg

Tetapi kehidupan sesudah al-Shabab tak selalu mudah.

Menurut Moulid, sebagian anggota keluarganya menolaknya, dan orang-orang lain tidak mempercayainya.

Ibrahim mengaku tak bisa pulang kampung sekalipun tidak ada risiko dikejar-kejar dan dibunuh di sana. Meskipun keluarganya sudah memaafkannya, tidak demikian dengan para tetangga.

Selain itu, sesungguhnya ia masih menyimpan luka dari pengalaman di al-Shabab - dan itu menghantuinya.

"Saya kesulitan mengeluarkan kartu sim al-Shabab dari otak saya," ungkap Ibrahim. "Kenangan akan hal-hal buruk yang saya lakukan, dan hal-hal buruk yang mereka lakukan terhadap saya, segar dalam ingatan saya."

_115583325_976x10.jpg

Ribuan orang tetap bergabung dengan al-Shabab dan terus melancarkan teror di Somalia dan negara-negara lain. Kelompok tersebut telah menyasar hotel dan pusat perbelanjaan di Nairobi pusat, ibu kota Kenya.

Al-Shabab juga meledakkan bom truk skala besar di Mogadishu, menyebabkan ratusan orang meninggal dunia sekali waktu.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: