Mengenal Yusuf al-Annabi, Pentolan Tertinggi Al-Qaeda yang Baru di Afrika Utara
Al-Qaeda di Maghreb (AQIM) menunjuk Yusuf al-Annabi sebagai pemimpin baru. Dia dikenal sebagai veteran, tanpa karisma khas pendahulunya. Pergantian emir di Aljazair diyakini memicu gesekan antara jihadis di Afrika Utara.
Abu Obaida Yusuf al-Annabi dilahirkan di Aljazair lebih dari separuh abad silam. Sejak Selasa (23/11/2020), dia diangkat sebagai pemimpin baru Al-Qaeda in the Islamic Maghreb (AQIM), menggantikan Abdelmalek Droukdel yang dibunuh militer Prancis di Mali, Juni silam.
Baca Juga: Al Qaeda Cabang Afrika Utara Tunjuk Pemimpin Baru, Bahayakah?
Kabar itu dipublikasikan oleh SITE, sebuah lembaga yang melacak aktivitas terorisme di internet. Sebelum diangkat, al-Annabi sudah lebih dulu mengepalai dewan pembina dan “kepala urusan media,” kata Laurence Bindner, salah seorang pendiri Jos Project yang menganalisa propaganda ekstremis di dunia maya.
“Dia adalah salah seorang yang telah bersumpah setia kepada Ayman al-Zawahiri, pemimpin al-Qaeda, pada tahun 2011. Dan dia adalah perumus berbagai pernyataan resmi al-Qaeda di Maghreb dalam beberapa tahun terakhir,” imbuhnya kepada AFP.
Annabi saat ini diyakini bercokol di Aljazair. Namanya masuk ke dalam daftar teror Amerika Serikat (AS) pada 2015, dan PBB satu tahun kemudian.
Kelompoknya mengklaim bertanggungjawab atas berbagai serangan, antara lain penyerbuan terhadap sebuah hotel dan restoran di Burkina Faso pada 2016 silam yang menewaskan 30 orang, kebanyakan warga barat.
Menyusutnya pengaruh emir di Aljazair
Meski demikian, pengakuan terhadapnya sebagai pemimpin AQIM diyakini tidak telalu menonjol di kalangan jihadis muda.
“Annabi dikenal, setidaknya bagi saya, sebagai seorang ahli propaganda dan seorang pseudo-ulama, ketimbang figur operasional,” kata Alex Thurston, analis politik di University of Cincinnati yang fokus pada Islam di barat laut Afrika.
“Menunjuk seseorang yang tidak memiliki pengalaman operasional seperti Droukdel, bagi saya merupakan sebuah pertanda sebuah organisasi yang lemah,” imbuhnya, sembari menambahkan bahwa AQMI “sedang berjuang agar tetap relevan, tanpa otoritas yang karismatik.”
Analis di Counter Extremism Project, lembaga nonprofit di New York, AS, meyakini hubungan pribadi antara Annabi dan Droukdel sempat meregang. Situasi ini turut membebani hubungan antara emir di Aljazair dan gerakan yang dipimpin Iyad Ag Ghaly, seorang muslim Touareg, di Mali.
Meski sudah menyatakan kesetiaan kepada al-Qaeda, Ghaly menikmati hak otonomi yang luas dari pendahulu Annabi. Apakah dia akan merawat status quo itu, atau merombak jejaring jihad al-Qaeda, akan menentukan perkembangan gerakan teror di Afrika.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto