Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Keuangan Berkelanjutan, Jalur Baru Menuju Pertumbuhan

Keuangan Berkelanjutan, Jalur Baru Menuju Pertumbuhan Kredit Foto: Indonesia Economic Forum

Isabel Chatterton Regional Industry Director, Infrastructur and Natural Resources, Asia and Pacific, IFC mengatakan, sebagai institusi yang sudah menjalankan pembiayaan berkelanjutan selama 10 - 15 tahun, IFC telah terlibat dalam penerbitan obligasi berkelanjutan global pertama kalinya pad tahun 2013 di pasar keuangan AS. Obligasi berkelanjutan yang terbit tujuh tahun lalu ini masih menjadi obligasi berkelanjutan terbesar yang ada di pasar hingga saat ini. 

“Hingga hari ini, IFC telah menerbitkan obligasi berkelanjutan senilai US$ 10,4 miliar dalam 20 mata uang. Perkembangan di pasar ini sangat pesat dan kami juga berpikir cepat dan bertindak cepat sesuai dengan perkembangan yang ada di pasar. Hingga pertengahan tahun lalu, penerbitan obligasi berkelanjutan dimana kami berpartisipasi telah digunakan untuk membiayai 220 proyek dan harapannya bisa mengurangi jumlah emisi yang luar biasa, setara dengan 2,5 miliar galon bensin. Kami percaya bahwa IFC telah menjadi bagian dari pembangunan berkelanjutan,” kata Isabel.

Hendro Utomo, Rating Director Pefindo Rating Agency mengatakan dari sisi korporasi, masih ada ruang yang sangat besar untuk berkembangnya obligasi berkelanjutan. Di pasar obligasi konvensional sendiri, nilai penerbitan obligasi korporasi di Indonesia masih sangat kecil dibandingkan ke negara lain. Dengan dukungan kebijakan dan framework dari pemerintah yang diterbitakan pada tahun 2017 lalu, pasar obligasi korporasi berkelanjutan di Indonesia masih sangat potensial. 

“Jika kita bandingkan penerbitan obligasi korporasi di Indonesia dengan sumber pembiayaan lain seperti pinjaman bank, rasionya jauh lebih kecil dari negara lain. Jadi menurut saya, obligasi korporasi Indonesia hanya mewakili kurang dari 10 persen dari pinjaman bank, sedangkan negara lain setahu saya sudah lebih dari 20 persen. Dan sayangnya, saya harus mengatakan bahwa korporasi itu sendiri tidak begitu aktif dalam hal produk obligasi berkelanjutan. Setahu saya hanya PT Sarana Multi Infrastruktur, perusahaan pembiayaan infrastruktur milik negara yang menerbitkan green bond pertama di Indonesia. Di luar itu, ada beberapa penerbit obligasi berkelanjutan, tetapi sebagian besar untuk pasar global yang berdenominasi dolar AS dan tidak terdaftar di pasar modal Indonesia. Jadi artinya, kemungkinan besar dari sisi demand emiten lebih disukai untuk menerbitkan di pasar global dari pada di pasar lokal,” kata Hendro.

Mervyn Tang, Senior Director and Global Head of ESG Research Fitch Ratings mengatakan kebanyakan bank dan investor memerhatikan ESG, bukan iklim seperti hutan, kelangkaan air, keamanan siber, dan lainnya. Dibandingkan dengan AS dan Eropa, di APAC sendiri, perkembangan obligasi berkelanjutan berjalan lamban namun juga ada perkembangan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Terkadang, pelaku pasar bisa mengembangkan frameworknya sendiri karena pendekatan ESG dimasing-masing kawasan berbeda. Di APAC, perekonomian kawasan ini lebih bergantung pada bahan bakar fosil sejauh ini dalam perekonomian. 

“Jika orang bersedia membayar lebih untuk obligasi berkelanjutan, mereka berpotensi mendapatkan keuntungan dari perspektif pembiayaan. Sementara jika orang mulai mengecualikan instrumen atau proyek brown seperti bahan bakar fosil, akan ada keterbatasan pembiayaan bagi perusahaan – perusahaan tertentu. Bagi APAC sendiri dan Indonesia, masih banyak ruang yang bisa dimanfaatkan seperti misalnya pembiayaan yang berfokus pada kehutanan berkelanjutan,” kata dia.

Indonesia Economic Forum adalah platform multi-stakeholder yang mempertemukan semua pihak. Indonesia Economic Forum memiliki visi untuk mempromosikan kemajuan ekonomi dan sosial Indonesia dengan mengidentifikasi tren dan peluang. Sejak didirikan pada tahun 2014, setiap tahun Indonesia Economic Forum telah melibatkan pemerintah Indonesia, masyarakat sipil, komunitas bisnis, akademisi dan organisasi pemuda dalam forum tahunan. 

Tahun ini, Forum Indonesia Economic Forum menjadi forum virtual terbesar di Indonesia, dan dihadiri oleh 1.000 peserta dari Amerika Serikat, Australia, India, Singapura, Thailand, Malaysia dan Indonesia. Melalui platform digital, Indonesia Economic Forum telah menjangkau lebih dari 3.000 pemimpin eksekutif dan bisnis senior serta lebih dari satu juta pengikut di Indonesia.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: